Amanah Terbesar

>> Tuesday, May 26, 2009

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (72) sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima tobat oragn-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (73) (Al-Ahzab / 33 : 72-73)

Sesungguhnya langit, bumi, dan gunung—yang dipilih al-Qur’an untuk dibicarakannya—adalah makhluk yang sangat besar, dimana manusia hidup di dalamnya atau di bawahnya sehingga ia tampak kecil dan lemah. Makhluk-makhluk tersebut mengenal Penciptanya tanpa upaya, dan serta merta memperoleh petunjuk tentang undang-undang yang mengaturnya sesuai penciptaan, pembentukan, dan sistemnya. Mereka menaati undang-undang Sang Pencipta secara langsung, tanpa melalui perenungan dan tanpa media. Mereka bergerak sejalan dengan undang-undang tersebut secara konstan, tanpa melenceng dan tanpa membangkang dalam menjalan perannya. Mereka menjalankan tugasnya menurut hukum penciptaan dan karakternya tanpa melibatkan emosi dan pilihan bebas.

Matahari berputar pada porosnya dengan perputaran yang sistematis, tanpa pernah melenceng dari sistem. Ia memancarkan cahayanya, untuk menjalankan tugas yang telah dimandatkan Allah padanya. Ia menarik satelit-satelitnya bukan didasari keinginan dalam dirinya, melainkan untuk menjalankan tugas kosmiknya secara sempurna.

Bumi ini berputar pada rotasinya, mengeluarkan tanamannya, menghasilkan makanan untuk para penghuninya, dan memancarkan mata airnya. Semua itu selaras dengan sunnatullah tanpa ada kehendak darinya.

Bulan, bintang, dan planet, angin dan awan, udara dan angin, gunung dan lembah, seluruhnya menjalankan perannya dengan seijin Tuhannya, mengenal Penciptanya, dan tunduk kepada kehendak-Nya tanpa didasari kehendak bebas. Tanpa mengerahkan tenaga, tanpa susah payah, dan tanpa usaha. Mereka takut menerima amanah tugas, amanah kehendak, amanah pengetahuan personal, amanah usaha khusus.

“Dan dipikullah amanat itu oleh manusia..”

Manusia mengenal Allah dengan nalar dan perasaannya, menemukan petunjuk kepada undang-undang-Nya melalui perenungan dan pengamatan, berbuat mengikuti undang-undang dengan usaha dan jerih payahnya, menaati Allah dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab, menahan tendensi penyimpangan, melawan egonya dan syahwatnya dengan upayanya. Di setiap tindakan ini ini, manusia didasari keinginan, sadar, dan memilih jalannya dalam keadaan tahu kemana ujung jalan ini!

Itulah amanah terbesar yang dipikul makhluk yang kecil ukurannya, lemah, lemah usahanya, terbatas usianya, sekaligus digumuli nafsu, tendensi, dan ambisi.

Sungguh sebuah tindakan “adventure” jika ia memikul tugas yang berat ini di pundaknya. Dari sini, “manusia itu amat zhalim” terhadap dirinya, “dan amat bodoh” terhadap kekuatannya. Kezhaliman ini terkait dengan besarnya beban yang dipikulnya. Tetapi, ketika ia bangkit memikul tugas tersebut, ketika ia sampai kepada ma’rifat yang mengantarkan kepada Penciptanya, menemukan petunjuk langsung kepada undang-undangnya dan ketaatan yang sempurna terhadap kehendak Rabb-nya, sebuah ma’rifat, petunjuk, dan ketaatan yang mengantarnya kepada tingkatan yang telah dicapai langit, bumi, dan gunung dengan mudah, padahal langit, bumi, dan gunung-gunung itu adalah makhluk yang mengenal Allah secara in design, menemukan petunjuk secara in design, taat secara in design, tidak ada faktor yang menghalanginya untuk patuh kepada Penciptanya, undang-undang-Nya, dan kehendak-Nya, serta tidak ada faktor yang menahannya melaksanakan perintah-Nya. Ketika manusia sampai kepada tingkatan ini dalam keadaan sadar, memahami, dan tanpa paksaan, maka ia benar-benar telah mencapai maqam yang mulia dan tempat yang unik di antara ciptaan Allah.

Itulah keutamaan kehendak, nalar, usaha, dan pemikulan beban. Itulah keistimewaan manusia dibanding banyak makhluk Allah. Itulah tolok ukur penghormatan yang dideklarasikan Allah di al-Mala’ul-A’la, saat Allah memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam. Allah mendeklarasikannya di dalam al-Qur’an yang abadi saat Allah berfirman: “Sungguh telah Kami muliakan bani Adam…” (al-Isra’ [17]: 70)

Maka, hendaknya manusia tahu acuan kemuliaannya di sisi Allah, dan hendaknya ia memikul amanah yang dipilihnya. Amanat yang pernah disodorkan kepada langit, bumi, dan gunung, namun mereka menolak untuk membawanya dan khawatir tidak bisa menjalankan amanat tersebut!
Tujuannya dari semua itu adalah:

“Sehingga Allah mengadzab orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (73)

Jadi, perbedaan manusia dari makhluk lain adalah dalam memikul amanah, memikul tugas mengenal Rabbnya sendiri, menemukan petunjuk sendiri, beramal sendiri, dan mencapai Rabbnya sendiri, semua itu agar ia memikul akibat dari pilihannya itu, agar balasan untuknya sesuai dengan amalnya, dan agar adzab itu pantas ditimpakan orang-orang munafiq dan musyrik, baik laki-laki atau perempuan. Dan agar Allah mengulurkan pertolongan kepada orang-orang mukmin, baik laki-laki atau perempuan, dengan menerima taubat mereka atas kekurangan dan kelemahan akibat tekanan-tekanan internal, rintangan yang menghalangi perjalan, serta berbagai daya tarik dan beban yang meletihkan mereka. Itulah karunia dan pertolongan Allah. Dan Allah itu Mahadekat ampunan dan rahmatnya bagi hamba-hamba-Nya: “Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (73)

Dengan irama yang kuat dan mendalam inilah ditutup surat yang diawali dengan instruksi kepada Rasulullah saw. Yaitu instruksi untuk taat kepada Allah, tidak mematuhi orang-orang kafir dan munafiq, mengikuti wahyu Allah, dan tawakkal kepada-Nya semata, bukan kepada yang lain. Surat ini juga mengandung berbagai instruksi dan penetapan syari’at yang menjadi fondasi sistem masyarakat Islam, yaitu ikhlas untuk Allah, berorientasi kepada-Nya, dan menaati instruksi-instruksi-Nya.

Dengan irama yang menggambarkan urgensi tugas dan besarnya amanah, mendefinisikan letak urgensi dan besarnya amanah, dan yang membatasi seluruhnya dalam upaya manusia untuk mengenal Allah, menemukan petunjuk kepada undang-undang-Nya, dan tunduk kepada kehendaknya ini. Dengan irama inilah surat ini ditutup, bagian awalnya dan bagian akhirnya serasi dengan tema dan orienasinya, dalam sebuah harmoni yang sarat mukjizat, yang secara intrinsik menunjukkan sumber Kitab ini.

From eramuslim.cm

0 comments:

Total Pageviews

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP