M U S I B A H

>> Wednesday, December 15, 2010

Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Bersyukur kita kepada Allooh سبحانه وتعالى bahwa sampai saat ini kita masih diberi kesempatan untuk menikmati sehat wal’afiat, suatu karunia dan anugerah untuk digunakan dalam rangka mengabdi kepada Allooh سبحانه وتعالى. Jangan lupa bahwa tidak bersyukurnya kita kepada Allooh سبحانه وتعالى, justru akan mendatangkan adzab. Sudah sering kita dengar, tetapi yang paling penting adalah Tadabbur dan mempraktekkan apa yang Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada kita.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat Ibrohim (14) ayat 7 :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Ayat tersebut sudah sering kita dengar, maka bila setiap muslim mencamkan isi ayat tersebut, sebenarnya insya Allooh hidup kita akan mendapatkan anugerah bahkan akan ditambah oleh Allooh سبحانه وتعالى dan hidup kita akan di jauhkan dari bala’, petaka dan musibah.

Bagian dari ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahwa bila kita terkena musibah, maka kita mengucapkan:

إنا لله وإنا إليه راجعون

“Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’un”.

Bencana alam gempa bumi yang akhir-akhir ini menimpa saudara-saudara kita baik di Tasikmalaya atau di Sumatera-Barat, semuanya itu adalah musibah.

Perkara Musibah, apakah itu dikatakan adzab, setiap apa saja yang menimpa manusia, adalah musibah.

Bahkan musibah dalam bahasa Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak hanya perkara yang bermakana negatif, tetapi yang bermakna keuntungan pun disebut juga sebagai Musibah. Sebagaimana Shuhaib رضي الله عنه berkata, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

« عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ »

“Aku kagum terhadap perkara urusan mu’min itu. Segala perkara urusan mu’min itu baik dan siapa pun tidak melakukannya kecuali mu’min. Ketika mereka mendapatkan keuntungan/ kebahagiaan langsung mereka bersyukur. Ketika mereka ditimpa musibah, seketika itu mereka bersikap sabar. Maka yang demikian itu, kebaikan untuknya”. (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7962).

Semua ini berasal dari Allooh, segala puji adalah hanya untuk Allooh سبحانه وتعالى.

Ketika kita ditimpa musibah mereka bersikap sabar. Sabar bukan berarti menerima saja, melainkan juga termasuk mengendalikan jiwa (Habsunnafsi). Artinya bahwa segala sesuatu ini adalah milik Allooh سبحانه وتعالى, maka segala sesuatu ini terjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Kita tidak boleh mengeluh, kecewa atau sedih berlebihan, karena itu akan bertentangan dengan sabar.

Musibah bisa bermakna baik, bisa juga bermakna buruk. Hanya pada umumnya musibah dimaknakan negatif (buruk). Tetapi itulah Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahwa musibah bisa berarti baik, bisa berarti buruk.

Apa yang terjadi pada saudara-saudara kita baik di Sumatera Barat maupun di Tasikmalaya (Jawa-Barat) baru-baru ini, semua itu adalah kehendak Allooh سبحانه وتعالى.

Seperti disebutkan dalam Surat Al Zazalah (99) ayat 5:

بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا

“Karena sesungguhnya Tuhanmu telah mewahyukan (memerintahkan) kepada bumi”.

Berarti itu adalah instruksi Allooh سبحانه وتعالى kepada bumi dan berbagai gejala di alam semesta ini. Demikianlah bagi kita orang yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى. Oleh karena itu, kita janganlah meniru pendirian dan pendapat orang-orang materialis, yang menggambarkan semata-mata itu akibat gerakan (pergeseran) lempengan bumi. Mereka menyebutkan itu adalah fenomena alam. Tetapi bagi kita orang beriman adalah bahwa itu merupakan kebesaran dan kekuasaan Allooh سبحانه وتعالى yang berkuasa dan mengatur serta memiliki bumi ini, karena bumi ini adalah atas aturan Allooh, bumi tidak akan bergerak tanpa aturan dan kehendak Allooh سبحانه وتعالى. Itulah yang harus diyakini oleh setiap orang yang beriman kepada Allooh dan beriman kepada ajaran-Nya.

Bahwa dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda bahwa termasuk bagian aturan Allooh سبحانه وتعالى, bahwa umat ini terlahir sebagai tanda akhir zaman. Bukankah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Nabi Akhir Zaman? Dan beliau adalah Penutup para Nabi, berarti tidak ada lagi Nabi, artinya zaman ini akan hanya dibimbing oleh satu orang Rosuul. Berarti Hari Kiamat akan terjadi hanya pada zaman umat Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Seperti Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sabdakan:

« إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ وَيَفْشُوَ الزِّنَا وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَذْهَبَ الرِّجَالُ وَتَبْقَى النِّسَاءُ حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً قَيِّمٌ وَاحِدٌ »

“Sesungguhnya diantara tanda hari kiamat adalah diangkatnya ‘ilmu dan merebaknya kejahilan dan tersebarnya zina, diminumny khamr dan kaum laki-laki musnah dan yang tinggal adalah kaum wanita sehingga 50 perempuan hanya memiliki 1 pemimpin (laki-laki).” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 6957 dari Anas bin Maalik رضي الله عنه)

Dalam Hadits yang lain bahwa “Ilmu dicabut” artinya diwafatkannya para ‘Ulama. Sehingga bila tidak lagi ada orang ‘Alim berarti kualitas dan kuantitas ilmu ketika mendekati hari Kiamat semakin hilang.

Secara kualitas, disebutkan dalam Hadits, bahwa orang yang jelata, tidak berilmu berbicara tentang perkara-perkara yang sangat umum, sudah dianggap sebagai Ustadz / Kyai dan sejenisnya. Sekarang hal ini sudah mulai terjadi, bahwa seseorang itu sebenarnya tidak menguasai suatu ilmu, tetapi karena sering berbicara lalu ia ternobatkan begitu saja sebagai seorang ‘Alim. Padahal ke-‘ulamaan seseorang itu semestinya harus lah memenuhi beberapa kreteria.

Juga disebutkan dalam Hadits, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, bahwa tanda-tanda dekatnya Hari Kiamat adalah seringnya terjadi gempa bumi. Dan itu terjadi semakin sering, selesai gempa yang satu, terjadi gempa yang lain lagi. Tinggallah kita siap-siap saja.

Gempa yang terjadi di Tasikmalaya atau di Sumatera-Barat menimpa saudara-saudara kita yang semua mayoritasnya adalah kaum muslimin. Maka yang harus kita ambil pelajaran (ibroh) minimal tiga perkara :

Pertama, melakukan Ta’ziyah, dengan mendoakan (mengatakan) kepada mereka:

أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا »

“Tidaklah seorang hamba ketika ditimpa musibah, kemudian mengatakan: Sesungguhnya kita adalah milik Allooh dan semua akan kembali kepada Allooh سبحانه وتعالى. Ya Allooh, lindungilah aku dari musibahku dan ganti dia dengan yang lebih baik. Kecuali Allooh akan hindarkan dari musibahnya dan Allooh ganti dengan yang lebih baik.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2166 dari Ummu Salaamah رضي الله عنها ).

Itulah yang disebut Ta’ziyah, bukan memasukkan sejumlah uang ke dalam amplop, melainkan memotivasi agar mereka tabah.

Kedua, kita berdo’a:

“Ya Allooh, angkatlah bala’ dari mereka, segera pulihkan saudara-saudara kami; yang kelaparan, pulihkan kembali kenyang. Yang telanjang, berikanlah mereka pakaian. Yang goncang jiwanya teguhkanlah, istiqomahkan lah mereka. Yang mati, jadikanlah mereka husnul-khootimah.”

Ketiga, bila kita mampu, punya rizqi, salurkan kepada mereka. Tidaklah akan berkurang harta kita, bila kita bershodaqoh.Bahkan melalui Abu Hurairoh رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidaklah suatu pagi seorang hamba turun kepadanya dua malaikat, satu diantaranya mengatakan ‘Ya Allooh, berikan kepada orang yang berinfaq, pengganti.’ Dan malaikat yang lain mengatakan, ‘Ya Allooh berikan kepada orang yang bakhil (kikir) itu kehilangan’.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1442 dan Imaam Muslim no: 2383)

Maksudnya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى agar orang-orang yang berinfaq diberikan pengganti yang lebih banyak dari infaqnya, dan orang yang tidak mau berinfaq akan hilang hartanya.

Maka resepnya bagi orang yang ingin selalu bertambah hartanya, sukalah berinfaq untuk saudara kita yang sedang mendapat bencana di Tasikmalaya, di Sumatera Barat, Jambi atau dimana saja. Shodaqoh (infaq) adalah obat. Maka siapa yang punya penyakit, maka agar penyakitnya sembuh (hilang), diantara “obatmya” adalah dengan shodaqoh (infaq).

Yang harus kita ingat adalah apa yang akan terjadi, sebagai I’tibar (pelajaran). Sikap seorang mu’min menghadapi suatu peristiwa ataupun dosa itu diperhitungkan sekali. Yang baru saja terjadi gempa adalah di Tasikmalaya dan Sumatera Barat, itu di daerah yang secara fisik bangunan-bangunan gedung tidak terlalu tinggi-tinggi.

Bagaimana halnya bila itu terjadi di Jakarta yang bangunan gedungnya tinggi-tinggi sampai puluhan tingkat? Na’uudzubillaahi min dzaalik ! Kita berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى semoga itu tidak terjadi. Semua itu harus kita ingat, harus dijadikan I’tibar (pelajaran).

Bulan Syawwal ini kita baru saja selesai melaksanakan ibadah Romadhoon. Bulan Romadhoon adalah bulan yang “mencuci” kita dari dosa dan salah.

Mudah-mudahan kita termasuk yang dinyatakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagai orang yang bersih dari dosa.

Sebagaimana Maalik bin Al Huwairis رضي الله عنه berkata, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم suatu hari naik ke atas mimbar dan ketika menginjak setiap tangga mimbar berkata ‘Aamiiin’ sampai tiga kali. Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika beliau mendengar pernyataan malaikat Jibril, beliau mengucap “Aamiiin”.

عن مالك بن الحويرث قال : صعد رسول الله صلى الله عليه و سلم المنبر فلما رقي عتبة قال : ( آمين ) ثم رقي عتبة أخرى فقال : ( آمين ) ثم رقي عتبة ثالثة فقال : ( آمين ) ثم قال : ( أتاني جبريل فقال : يا محمد من أدرك رمضان فلم يغفر له فأبعده الله قلت : آمين قال : ومن أدرك والديه أو أحدهما فدخل النار فأبعده الله قلت : آمين فقال : ومن ذكرت عنده فلم يصل عليك فأبعده الله قل : آمين فقلت : آمين )

“Yaa Muhammad, barangsiapa yang menemui bulan Romadhoon kemudian tidak mendapat pengampunan, maka Allooh jauhkan dia, lalu aku berkata ‘Aamiiin’. Malaikat lagi berkata, ‘Barangsiapa yang mengalami kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya hidup kemudian dia masuk dalam neraka, maka Allooh jauhkan dia, maka aku berkata ‘Aamiiin’. Ketika malaikat berkata, ‘Barangsiapa yang aku disebut disisinya, tetapi tidak mengucapkan sholawat atasku, maka Allooh akan jauhkan dia, maka aku berkata ‘Aamiiin’.” (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban no: 409 dan Syaikh Syu’aib Al Arna’uth berkata hadits ini shohiih li ghoirihi).

Artinya beliau mendo’akan seperti do’a malaikat Jibril itu.

Maksudnya, siapa yang selesai bulan Romadhoon, tidak mendapatkan ampunan dosa dari Allooh سبحانه وتعالى, maka ia akan semakin jauh dari Allooh سبحانه وتعالى.

Mudah-mudahan kita selalu dilindungi oleh Allooh سبحانه وتعالى dari “jauh” itu. “Jauh” bisa bermakna jauh dari petunjuk Allooh سبحانه وتعالى. Inilah yang berbahaya.

Pertama,bila seseorang jauh dari petunjuk Allooh سبحانه وتعالى, sekuat dan sebesar apapun kita menyelamatkan orang itu, tidak akan bisa menyelamatkan orang itu. Barangsiapa yang Allooh سبحانه وتعالى sesatkan, tidak seorangpun yang bisa menolong (memberikan) hidayah kepadanya.

Kedua, kalau Allooh سبحانه وتعالى menjauhkan seseorang dari barokah hidup, umur sudah sekian tua, tetapi tidak ada isinya. Catatan hidupnya di akhirat akan kosong.

Ketiga, bila seseorang dijauhkan dari rahmat dan ridho Allooh سبحانه وتعالى, maka ia akan selalu merugi dalam hidupnya di dunia dan di akhirat. Maka mudah-mudahan dengan selesai Romadhoon yang baru lalu, Allooh سبحانه وتعالى memberikaan kepada kita ampunan dari dosa-dosa. Aamiiin.

Dengan dimulainya bulan Syawwal ini, kita mulai lagi dari titik awal. Selesai Romadhoon kita sudah bersih, maka jangan berbuat noda dan dosa lagi dari bulan ini. Mari kita hati-hati, mari kita sama-sama kendalikan, sayangilah diri dan sayang terhadap semua orang. Jangan berbuat dosa. Kalau ada yang berbuat dosa, hendaknya saling mengingatkan. Kalau kita punya sangkut-paut antara sesama manusia segeralah selesaikan. Karena ini lah yang paling sulit. Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

من كانت عنده مظلمة من أخيه من عرضه أو ماله فليتحلله اليوم قبل أن يؤخذ حين لا يكون دينار ولا درهم وان كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وان لم يكن له أخذ من سيئات صاحبه فجعلت عليه

“Barangsiapa yang mempunyai kedzoliman terhadap saudaranya berkenaan dengan harga diri atau hartanya, maka hendaknya minta dihalalkan hari ini, sebelum diambil ketika tidak lagi bermanfaat dinar dan dirham, betapapun dia mempunyai amalan yang shoolih maka akan diambil darinya sebesar kedzolimannya. Dan jika tidak mempunyai amalan shoolih, maka kejelekan saudaranya akan ditimpakan kepadanya.” (Hadits Riwayat Imaam Ahmad no:10580. Berkata Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, hadits ini sanadnya shohiih sesuai dengan syarat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)

Menghadapi masa-masa yang akan datang.

Seperti firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Surat Al Hasyr (59) ayat 18 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allooh dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari mendatang (hari esok).”

Maka sebelum semua musibah yang tersebut diatas itu terjadi, maka antisipasi kita baik secara pribadi maupun bersama-sama adalah :

1. At Taubah.

Bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Jangan kita merasa tidak punya dosa. Baik kita punya dosa atau bersih dari dosa, bertaubat adalah bagian dari amalan shoolih. Allooh سبحانه وتعالى:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Bertaubatlah kalian kepada Allooh wahai seluruh orang-orang mu’min, mudah-mudahan kalian beruntung”. (QS. An Nuur ayat 31)

Jadi bertaubat bukan hanya karena salah. Setiap saat, setiap hari kita harus bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang bersifat ma’shum (tidak punya dosa), tetapi beliau selalu bertaubat (istighfar) tidak kurang dari 70 kali sehari semalam.

Maka bagi kita yang orang biasa ini hendaknya bertaubatnya lagih banyak lagi. Taubat merupakan salah satu penghindar dari bala’. Bahkan Taubat dan Istighfar bukan hanya penolak bala’ tetapi juga pendatang rizqi, bahkan ia adalah penyubur bagi orang yang mandul (belum punya anak). Maka bagi siapa saja yang sudah menikah sekian lama belum dikaruniai anak, banyak-banyaklah Taubat dan Istighfar, maka Allooh سبحانه وتعالى akan berikan kepada kalian harta dan anak. Inilah salah satu firman Allooh سبحانه وتعالى. Oleh karena itu yakini, bahwa obat penyubur dari kemandulan adalah Istighfar dan Taubat. Sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS Nuh (71) ayat 10-12:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً

Artinya:

“maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (QS Nuh (71) ayat 10)

يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً

Artinya:

“niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,” (QS Nuh (71) ayat 11)

وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

“dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh (71) ayat 12)

2. Ta’atlah dan tidak bermaksiat.

Kalimat ini mudah mengucapkannya, tetapi untuk mempraktekkannya maka perlu dengan pembiasaan. Perlu dengan pendidikan, bahkan kadang perlu dengan hukuman. Misalnya kepada anak-anak kita, agar mereka patuh pada kita, kadang-kadang perlu dihukum / dipukul (dengan pukulan yang tidak melukai). Seperti halnya pada diri kita, agar kita terbiasa selalu taat dan patuh kepada Allooh سبحانه وتعالى, hukumlah sesekali tempo, dengan hukuman yang syar’i.

3. Melakukan Ishlah (perbaikan).

Melakukan perbaikan dengan iman dan taat, sesuai dengan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى, bukan dengan maksiat. Yaitu dengan semakin meningkatkan iman dan ibadah.

4. Melakukan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Musibah yang muncul bisa jadi semakin hari akan semakin parah. Karena rumusnya adalah: Semakin dunia ini dipenuhi kemaksiatan, maka semakin adzab Allooh سبحانه وتعالى akan diturunkan. Dalam Hadits Shohiih dari Abi Qotadah bin Rib’i رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dilalui jenazah, kemudian beliau bersabda:

مستريح ومستراح منه فقالوا ما المستريح وما المستراح منه قال العبد المؤمن يستريح من نصب الدنيا وأذاها والعبد الفاجر يستريح منه العباد والبلاد والشجر والدواب

“Mustariihun wa mustaroohun minhu”. Kemudian para shohabat bertanya, “Apa maksudnya Mustariihun wa mustaroohun minhu?” Maka beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Seorang hamba yang mu’min beristirahat dari lelahnya dunia dan perkara yang melukainya, sedangkan seorang hamba yang berdosa akan beristirahat darinya manusia, negeri, pohon dan hewan.”. (Hadits Riwayat Imaam An Nasaa’i no: 1930, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany).

Itulah sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bagaimana jadinya bila yang memenuhi bumi ini adalah orang-orang fasik, dzolim dan maksiat? Maka bumi ini semakin kering, maka wajar yang semula hijau yang selalu menumbuhkan biji-bijian, buah-buahan, bahan makanan, sekarang manjadi tidak berbuah lagi.

Orang dzolim, fasiq dan maksiat itu bila mereka mati maka yang istirahat ada tiga pihak: Manusia, negeri dan hewan. Sebaliknya bila orang banyak bertaqwa, maka semua akan tumbuh, berbuah. Buah-buahan hasil bumi ini suka dimakan oleh orang yang bertaqwa.

Maka bisa kita tanyakan kepada diri kita, apakah maksiat itu semakin berkurang ataukah semakin menyebar di muka bumi? Bila maksiat semakin tumbuh dan menyebar, berarti kita semakin terancam. Untuk itu agar kita tidak semakin terancam, kita harus melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

Telah diriwayatkan oleh Al Imam Al Turmudzi di dalam Sunannya, kitab “Al Fitan” Jilid 4/495 melalui salah seorang shohaby bernama ‘Imron bin Hushoin r.a. Lalu Ibnu Abid Dunya, dalam kitabnya “Dzammul Malaa’hi” (“Tercelanya berbagai alat lahwun/ alat-alat yang melalaikan”) melalui salah seorang shohaby, Anas bin Maalik r.a, dan haditsnya dishohiihkan oleh syaikh Nasiruddin Al Albaany dalam Silsilah Hadits Shoohih No: 2203; bahwa Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:

« في هذه الأمة خسف ومسخ وقذف ” فقال رجل من المسلمين : يا رسول الله ، ومتى ذلك ؟ قال : ” إذا ظهرت المعازف وكثرت القيان وشربت الخمور »

“Di tengah-tengah ummat ini akan terjadi tanah longsor, tsunami dan lemparan dari atas langit.”

Salah seorang shohabat lalu bertanya, “Wahai Rosuul, kapankah itu?” Rosuul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika telah nampak musik, semakin banyak penyanyi wanita dan khomr (minuman keras) telah diminum.”

Semua itu bisa kita Taddaburi bahwa hal tersebut adalah sebagaimana yang Rosuul sabdakan. Seperti kita dengar bahwa di daerah Jabotabek ini terdapat pabrik khomer terbesar. Semakin banyak peminumnya, tentu semakin banyak pula produksinya, sehingga semakin besar pula pajak yang didapat dari perusahaan khomer itu. Bila bangsa dan negara ini dibangun dari hasil khomer, maka apakah yang akan terjadi?

Jika penyanyi wanita, musik dan khomer sudah dikonsumsi oleh masyarakat, maka terjadilah tiga perkara yang dimaksud dalam hadits tersebut diatas. Hadits tersebut Shohiih.

Mungkin kita tidak melakukan kemaksiatan tersebut, bahkan kita melakukan perbaikan, tetap saja kita akan ikut terkena musibah dimaksud. Sebagaimana Zainab bintu Jahsy رضي الله عنها meriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم memasuki rumahnya dan mengatakan,

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا قَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ

“Laa illaaha illalloohu, kebinasaan bagi orang Arab sehubungan dengan kejahatan yang telah mendekat”. Kemudian Zainab bertanya,“Ya Rosuulullooh, apakah kita juga termasuk yang akan dibinasakan, sedangkan di tengah-tengah kita ada orang-orang yang shoolih?” Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab: “Benar, jika yang banyak adalah kemaksiatan dan kefasikan,”. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 3346 dan Imaam Muslim no: 7418).

Maka orang-rang shoolih pun akan dibinasakan bersama-sama orang fasik. Hanya saja, tentu di akhirat perhitungannya berbeda. Orang yang shoolih yang terkena bencana adalah orang yang syahid, sedangkan yang bermaksiat mati terkena bencana adalah mati dalam keadaan kufur.

5. Syari’at Islam harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak perlu ragu dan tidak boleh canggung, syari’at Islam harus ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena yang demikian itu adalah penyelamat. Termasuk Hukum Qishos. Orang membunuh hukumannya harus dibunuh pula. Orang mengatakan bahwa hukum Qishos itu kejam dan sadis, tidak sesuai dengan hak azasi manusia, dst. Padahal Allooh سبحانه وتعالى sudah berfirman dalam Al Qur’an:

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Sesungguhnya dalam Hukum Qishos itu terdapat kehidupan”. (QS. Al Baqoroh ayat 179)

Maksudnya, dalam hukum Qishos itu justru terdapat hikmah untuk menjaga kelestarian kehidupan. Bila hukum bunuh diterapkan bagi si pembunuh, orang lain akan jera, tidak berani membunuh dan akhirnya tidak terjadi pembunuhan

Maka Syari’at Islam harus dijalankan. Kita umat Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apalagi Ahlussunnah wal Jamaah hendaknya mendukung proses diberlakukannya Syari’at Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di berbagai kehidupan. Bila itu bisa terjadi, insya Allooh masa keemasan Islam seperti yang pernah terjadi di zaman para shohabat, akan terjadi lagi. Kita umat Islam akan menjadi berwibawa, mulia, bermartabat, dicintai Allooh سبحانه وتعالى, seperti zaman keemasan Islam. Tetapi bila Syari’at Islam ini diinjak-injak, diolok-olok, didustakan, maka terjadi berbagai bencana seperti sekarang, bahkan mungkin akan lebih dahsyat lagi.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat Al Isroo’ (17) ayat 16 :

وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta’ati Allooh), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”

Ayat semacam tersebut terdapat juga dalam Surat Faathir dan Surat Al Mu’minuun.

Kalau mereka terang-terangkan menyatakan kafir kepada ajaran Allooh, kepada Syari’at Allooh سبحانه وتعالى, maka mereka akan dibinasakan baik di dunia apalagi di akhirat.

Tarof maknanya Kufur. Kalimat “Fafasaqu”, artinya fasiq, keluar dari ketaatan. Jadi bila orang yang kerjanya maksiat, melanggar Syari’at Allooh, melanggar apa yang menjadi perintah Allooh سبحانه وتعالى mengerjakan apa yang menjadi larangan Allooh maka mereka juga akan diporak-porandakan.

Berbagai kerusakan di muka bumi ini termasuk musibah, karena manusia sudah kafir dan maksiat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Maka marilah kita bersama-sama mengendalikan diri jangan sampai kita fasik apalagi kafir kepada Allooh سبحانه وتعالى.Hendaknya kita setiap hari selalu ingat dan sadar dengan apa yang kita nyatakan dan apa yang kita perbuat. Kita tidak tahu ajal kita kapan, kita juga tidak akan tahu apa yang kita dapatkan esok hari dan tidak akan tahu di bumi mana kita akan mati. Maka kita harus selalu menyadari segala perkataan dan perbuatan kita, agar kita beruntung dan selamat di dunia ini dan di akhirat nanti, mudah-mudahan mendapat ridho dari Allooh سبحانه وتعالى.

Tanya-Jawab.

Pertanyaan:

Untuk lebih konkrit lagi tentang menyikapi musibah, diatas disinggung bahwa salah satunya adalah dengan mendo’akan orang-orang yang terkena musibah.

Juga yang sering dilakukan di masjid Istiqlal, ba’da sholat Jum’at disana dilakukan sholat Ghoib untuk mereka yang telah nyata-nyata meninggal dunia akibat bencana alam. Ternyata sekarang ada orang-orang yang belum dinyatakan secara pasti meninggal dunia karena hilang dan jumlahnya lebih banyak, mungkin tertimbun tanah longsor atau tertimbun runtuhan bangunan, jumlahnya mungkin ratusan bahkan ribuan orang.

Pertanyaannya, bagaimanakah dengan sholat Ghoib itu sendiri, apakah perlu dilakukan atau tidak? Dan bagaimana menyikapi mereka yang ternyata meninggal dunia tetapi tidak ditemukan jenazahnya, apakah keluarganya atau masyarakat perlu melakukan sholat Ghoib?

Jawaban :

Definisi Sholat Ghoib adalah sholat Jenazah, tetapi pada Jenazah yang belum disholati. Kalau definisinya sesuai dengan keadaan tersebut, maka lakukanlah sholat Ghoib. Seperti orang yang terkubur, tertimbun longsor, dan tidak terdeteksi, maka yang demikian dibenarkan untuk sholat Ghoib. Karena sholat Ghoib dilakukan untuk saudara kita kaum muslimin yang tidak ada yang menyolatinya, sedangkan mereka langsung terkubur. Maka secara Syar’i, sholat Ghoib itu dibenarkan, untuk korban yang tidak diketahuinya dan tidak ada yang menyentuh.

Pertanyaan:

Belakangan ini setelah peristiwa bom Bali dan Bom Hotel JW Mariot, kita baca dalam berita media masa bahwa ada orang-orang tua yang melarang anaknya ikut kelompok pengajian, karena mereka mengkhawatirkan anaknya akan terpengaruh oleh pelaku-pelaku pengebom itu. Pertanyaaannya, ketika kita hendak ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar itu rambu-rambunya seperti apa, dan tata-caranya yang dibenarkan oleh Syari’at itu bagaimana, karena ketika orang melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar lalu ia langsung dicurigai?

Jawaban:

Berbicara Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah Kitab, bukan bahasan. Seseorang menyuruh berbuat yang Ma’ruf atau mencegah orang lain berbuat Munkar, pertama ia harus tahu mana yang disebut Munkar dan mana yang Ma’ruf. Kalau orang hendak mengajar atau melarang tetapi ia tidak tahu apa yang harus diajarkan dan yang dilarang, maka itu celaka, ia akan mengajarkan taqlid kepada orang. Maka ia harus ber-Ilmu tentang apa yang diseru dan ber-Ilmu tentang apa yang harus dilarang.

Kedua, akhlak seorang Da’i atau seorang yang melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah penting. Oleh karena itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berbekal Akhlak yang mulia dan sangat luhur. Oleh karena itu, seorang Da’i atau seorang yang melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar maka akhlaknya harus lah baik dan mulia.

Ketiga, ketika menyampaikan dan menyuruh, yang disampaikan harus berupa dalil. Sehingga tidak terjadi ketika seorang wanita berkerudung lalu ditanya, siapa yang menyuruh kamu berkerudung (berjilbab), lalu ia menjawab: “Ustad Fulan”.

Berarti ia belum paham. Seharusnya ia menjawab: Yang menyuruh aku berkerudung adalah Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an, dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits, dengan menunjukkan ayat dan haditsnya. Dan kita di Indonesia ini dijamin menjalankan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى. Tidak usah takut dan khawatir.

Adapun lalu dimunculkan wacana kebencian terhadap Islam (Islam-phobia), benci terhadap kaum muslimin, harus disadari bahwa yang demikian itu perbuatan orang kaafir.

Dan itu adalah teori bisnis orang kaafir, bagaimana agar orang tertarik dengan dagangannya dan tidak tertarik dengan dagangan orang lain. Jangan pakai yang itu, pakailah yang ini, dst.

Maka ketika berdakwah, mengajar, menyampaikan, harus jelas dalilnya, dasarnya, landasannya, serta pemahamannya. Sehingga tidak lalu terjadi Islam-phobia. Karena Islam-phobia tidak datang dari kaum muslimin. Upaya apa saja yang menjadikan kaum muslimin benci terhadap Islam, itu namanya upaya Islam-phobia. Dan itu tidak dilakukan oleh kaum muslimin.

Singkatnya, untuk berda’wah adalah : Ilmu – Akhlak – Hujjah yang kuat. Insya Allooh bila seseorang ditunjukkan ajaran yang benar beserta dalil-dalilnya, maka orang akan tertarik bahkan akan bertambah keyakinannya; dibandingkan bila dengan menurut pendapat, pikiran ataupun ro’yu seseorang.

Islam bukanlah ro’yu (akal) atau pendapat seserorang, melainkan Wahyu. Bahkan kata ulama Imaam Al ‘Auzaa’i: “Waspadalah kalian terhadap pendapat manusia, meskipun pendapat itu dihias dengan bingkai yang indah”.

Karena itu adalah hanya suatu pendapat. Sedangkan bila berasal dari Al Qur’an dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka yakinilah kebenarannya.

Demikianlah bahasan kali ini, mudah-mudahan bermanfaat,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 17 Syawwal 1430 H – 5 Oktober 2009



Selengkapnya Lihat http://artikel.al-itishoom.com/?p=50#more-50

Read more...

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Oleh: Al-Ustadz Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd Hafidzhahulloh



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Di zaman sekarang, fitnah telah merajalela. Dunia dihiasi oleh para ahli pidato, ahli Bid’ah telah membuka kedok jati dirinya sendiri sehingga tersebarlah Bid’ah mereka di muka bumi, dihidupkannya kembali madzhab nenek moyang mereka yang menyimpang dari Syar’i, serta maraknya pemikiran-pemikiran baathil dan tumbuh suburnya berbagai jamaa’ah-jamaa’ah modern yang menyimpang dari kebenaran. Semua ini adalah tindakan pengrusakan yang sangat keji dari musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى untuk merusak ‘aqidah kaum muslimin dan memutus mereka dari jalan yang lurus menuju kepada Allooh سبحانه وتعالى setelah jalan itu dibentangkan dengan demikian jelasnya bagi kaum muslimin oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم 1432 tahun yang lalu.

Namun orang yang beriman tidak mudah terpedaya oleh tipuan musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى, justru mereka akan semakin kokoh keimanannya, sadar sepenuhnya akan kebenaran pesan yang telah disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Al Imaam At Turmudzy dalam Sunan-nya no: 2676 dari shohabat Al Irbaad Ibnu Saariyah رضي الله عنه sebagai berikut:

أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا

Artinya:

“Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allooh, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup diantara kalian setelahku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak…”

Dan juga firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’aam (6) ayat 153 :

وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya:

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allooh kepadamu agar kamu bertakwa.”

Maka wajib bagi kaum muslimin untuk mengetahui mana Jalan yang Lurus itu, jalan dari Ath Thoo ifatul al Mashuuroh (Kelompok yang ditolong Allooh سبحانه وتعالى), yakni Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

Maka melanjutkan kajian kita sebelumnya, kali ini pembahasan kita adalah mengenal “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah”. Bukan menurut versi ahli Bid’ah. Bukan menurut versi orang Syi’ah (dimana mereka mencampuradukkan antara yang haq dengan yang baathil, dan berusaha menipu manusia dengan menggunakan istilah “Syi’ah yang Sunni” dan sejenisnya, sehingga memperdaya orang-orang awam untuk menutupi jati diri mereka). Mari kita membahas Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah berdasarkan pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah itu sendiri, bukan dari pemahaman selainnya, atau kaum yang mengaku sepertinya.

Pembagian Dien berdasarkan Proses Diturunkannya

Berdasarkan proses diturunkannya, maka Dien itu terbagi menjadi 2 yakni:

1. Dienullooh, yakni dien atau ajaran yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى.

Disebut pula Samawi, yakni dien yang berasal dari Langit, karena landasannya adalah Wahyu. Pengitkutnya disebut Muslim dan Ahli Kitab, yaitu: Yahudi dan Nashroni.

2. Ghoiru Dienillaah, yakni dien atau ajaran yang berasal dari selain Allooh سبحانه وتعالى.

Disebut pula Watsani (penyembah Berhala), yakni dien yang landasannya bukan berasal dari Wahyu, melainkan berdasarkan: Filsafat, Budaya, Mimpi, Rasa, Kesepakatan, Undang-Undang buatan manusia, dan lain sebagainya. Jumlah ajaran Watsani itu adalah tak terhingga banyaknya. Pengikutnya disebut Musyrikin.

Pembagian tersebut adalah sebagaimana diberitakan Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Bayyinah (98) ayat 1 :

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Artinya:

“Orang-orang kaafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.”

Lalu perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS Aali ‘Imroon (3) ayat 83 :

أَفَغَيْرَ دِينِ اللّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Artinya:

“Maka apakah mereka mencari dien yang lain (selain) dari dien Allooh, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allooh lah mereka dikembalikan.”

Kemudian dalam QS Aali ‘Imroon (3) ayat 85 :

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya:

“Barangsiapa mencari dien selain dienul Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (dien itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Pada mulanya, dien yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى itu aslinya hanyalah satu nama, yakni bernama “Islaam”. Namun, oleh pembesar-pembesar bani Isroo’iil nama tersebut diubah menjadi “Yahudi”, karena sifat ghuluuw (berlebih-lebihan) mereka sehingga mereka pun menisbatkan suatu nama kepada Nabi Ya’qub عليه السلام.

Demikian pula “Nashroni” itu berasal dari kata “Nashoro” yang artinya adalah “Menolong”, yang dimaksud mereka adalah “Menolong Isa عليه السلام”, yang kemudian dijadikan pula sebagai suatu nama dien.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 77 :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُواْ أَهْوَاء قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيراً وَضَلُّواْ عَن سَوَاء السَّبِيلِ

Artinya:

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam dien-mu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.”

Jadi pada asal muasalnya, seluruh dien itu adalah satu nama yakni Al Islaam, namun karena sifat ghuluuw / hawa nafsu yang diperturutkan dari pengikut-pengikut Nabi Ya’qub عليه السلام dan Nabi Isa عليه السلام yang menyimpang dari ajaran nabi-nabi mereka, maka nama Islaam pun dirubah menjadi Yahudi dan Nashroni, dan dirubah pula isi ajaran-ajarannya sehingga tidak lagi sesuai dengan apa yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 132-133:

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ﴿١٣٢﴾ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿١٣٣

Artinya:

(132) “Dan Ibrohim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrohim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allooh telah memilih dien ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk dienul Islam“.

(133) Adakah kamu hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu ibadahi sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan beribadah pada Illah-mu dan Illah nenek moyangmu, Ibrohim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Allooh Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (muslim).”

Juga dalam QS Al Baqoroh (2) ayat 136 :

قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Artinya:

“ Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allooh dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Robb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (muslim)“.

Juga dalam QS Aali ‘Imroon (3) ayat 52 :

فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللّهِ آمَنَّا بِاللّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Artinya:

“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Isroo’iil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan dien) Allooh?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (dien) Allooh. Kami beriman kepada Allooh; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).”

Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah / tariikh Islaam, Nabi Ibrohim عليه السلام mempunyai 2 orang istri yakni Sarah (tinggal di Palestina) dan Hajar (tinggal di Mekkah). Dari Sarah, lahirlah nabi Ishaq عليه السلام. Dari Nabi Ishaq عليه السلام, lahirlah nabi Ya’qub عليه السلام. Dari nabi Ya’qub عليه السلام, lahirlah nabi Yusuf عليه السلام, dan seterusnya nabi-nabi yang merupakan keturunan bani Isroil seperti: nabi Musa عليه السلام, nabi Harun عليه السلام sampai dengan nabi Isa عليه السلام. Sementara dari Hajar lahirlah nabi Ismail عليه السلام yang tidak menurunkan seorang nabi dan rosuul pun sampai dengan lahirnya nabi dan rosuul penutup, dialah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tetapi sesungguhnya, mereka semua adalah menganut dien yang satu, yakni Al Islaam. Pengikut-pengikutnyalah yang menyelewengkan ajaran mereka sehingga muncullah Yahudi dan Nashroni, sebagaimana telah dijelaskan diatas.

Yahudi sendiri, kemudian terbagi menjadi 71 golongan. Yang selamat dari mereka hanya satu golongan; sedangkan 70 golongan lainnya adalah diancam masuk neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Demikian pula Nashroni, kemudian terbagi menjadi 72 golongan. Yang selamat dari mereka hanyalah satu golongan; sedangkan 71 golongan lainnya adalah diancam masuk neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Sementara Islam, juga terbagi menjadi 73 golongan. Satu golongan yang mengikuti Al Qur’an, As Sunnah dengan pemahaman As Salafush Shoolih (yakni Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah) adalah merupakan golongan yang selamat; sedangkan 72 golongan lainnya adalah diancam masuk neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Darimanakah pembagian ini? Pembagian ini adalah berdasarkan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri dalam Hadits melalui Abu Hurairoh رضي الله عنه:

تفرقت اليهود على إحدى وسبعين أو اثنتين وسبعين فرقة والنصارى مثل ذلك وتفترق أمتي ثلاث وسبعين فرقة

Artinya:

“Yahudi telah berpecah menjadi 71 atau 72 golongan, dan Nashoro seperti itu dan ummatku berpecah menjadi 73 golongan.” (Hadits Shohiih Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2640)

Lalu pertanyaannya, apabila ada 1 golongan selamat dari Yahudi dan 1 golongan selamat dari Nashroni, masih bolehkah ummat manusia sekarang mengikuti ajaran Yahudi dan Nashroni? Jelas tidak. Karena 1 golongan yang selamat dari Yahudi itu hanyalah berlaku pada masa nabi-nabi dan rosuul-rosuul dari kalangan bani Isroo’iil sebelum munculnya nabi dan rosuul terakhir yaitu Muhammad صلى الله عليه وسلم, demikian pula 1 golongan yang selamat dari Nashroni itu hanyalah berlaku pada masa nabi-nabi dan rosuul-rosuul dari kalangan bani Isroo’iil sebelum munculnya nabi dan rosuul terakhir yaitu Muhammad صلى الله عليه وسلم. Tetapi, begitu Allooh سبحانه وتعالى turunkan Syari’at Islam yang telah disampaikan oleh Muhammad Rosuululllooh صلى الله عليه وسلم, maka syari’at-syari’at yang ada sebelum turunnya Syari’at Islam tersebut telah dihapuskan atau tidak berlaku lagi. Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus tidak hanya pada bani Isroo’iil saja (sebagaimana Nabi Musa عليه السلام dan Nabi Isa عليه السلام), namun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus bagi seluruh ummat manusia di muka bumi ini.

Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Saba’ (34) ayat 28 :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya:

“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”

Juga Hadits dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melalui Abu Hurairoh رضي الله عنه, dimana beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:

وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Artinya:

“Demi yang jiwaku ditangan-Nya, tidak ingin kudengar seorangpun dari ummat ini Yahudi atau Nashroni yang mati lalu tidak beriman kepada ajaran yang kubawa, kecuali dia akan menjadi penghuni neraka.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 403)

Bayangkan, betapa banyak musuh-musuh Al Islaam? Yang terdiri dari Musyrikin (Watsani), dan juga 213 Golongan yang Celaka (Al Firoqu Al Haalikatu), yang berasal dari 70 sekte Yahudi, 71 sekte Nashroni dan 72 sekte Islam yang menyimpang dari kebenaran.

Sementara yang selamat hanyalah 1 Golongan, yang disebut: Al Firqotu An Najiyyah (Golongan yang Selamat) yakni Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, sebagaimana dikhobarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam sabdanya melalui Mu’awiyah رضي الله عنه sebagai berikut:

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى قَائِمَةً بِأَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ عَلَى النَّاسِ

Artinya:

“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang tegak diatas kebenaran, tidak akan membahayakan mereka siapapun yang menghina dan menyelisihi mereka sehingga datang hari Kiamat sedang mereka tetap berada dalam kemenangan terhadap manusia.” (Hadits Shohiih Riwayat Imaam no: 5064)

Dari shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

تفرقت اليهود على إحدى وسبعين أو اثنتين وسبعين فرقة والنصارى مثل ذلك وتفترق أمتي ثلاث وسبعين فرقة

Artinya:

“Sesungguhnya Bani Isroo’iil terpecah menjadi 72 golongan, dan akan terpecah ummatku menjadi 73 golongan, semuanya didalam Neraka kecuali satu golongan.” Lalu para Shohabat bertanya: “Wahai Rosuulullooh, siapa dia?” Beliau menjawab, “Yaitu mereka yang berada pada apa yang telah ditempuh olehku dan oleh Shohabatku.” (Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2640, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه dan dihasankan oleh Syaikh Al Albaany)

Juga Hadits berikut ini:

وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار إلا ملة واحدة قالوا ومن هي يا رسول الله قال ما أنا عليه وأصحابي

Artinya:

“Dan ummatku akan pecah menjadi 73 golongan, seluruhnya didalam neraka kecuali satu”, Lalu para shohabat bertanya, “Siapa dia ya Rosuul?” Rosuul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Apa-apa yang aku dan para shohabatku diatasnya.”

(Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2641 dari ‘Abdullooh bin ‘Amr, رضي الله عنه, dihasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)

Jadi semua diancam masuk neraka, kecuali satu golongan, yakni yang berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits, diatas pemahaman As Salafus Shoolih.

Karena hidup di dunia ini hanyalah sekali, lalu mengapa kita menyia-nyiakan waktu dengan menengok ke berbagai ajaran lain yang diancam neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى? Hendaknya kita mencukupkan diri untuk berusaha semoga Allooh سبحانه وتعالى memasukkan kita ke dalam 1 golongan yang selamat tersebut, berusaha menuntut ‘ilmu dien untuk mengetahui perkara-perkara apa saja yang diperintah dan dilarang oleh Allooh سبحانه وتعالى, lalu sesudahnya ber-‘amal shoolih sesuai tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan mendakwahkannya kepada orang-orang di sekitar kita, agar kita semua dapat bersama-sama selamat menuju ridho dan surga Allooh سبحانه وتعالى di hari kiamat nanti.

Dan janganlah kita tergolong orang-orang yang diberitakan oleh Hadits berikut yang diriwayatkan oleh Shohabat Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ فَمَنْ وَرَدَهُ شَرِبَ مِنْهُ وَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهُ أَبَدًا لَيَرِدُ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ قَالَ أَبُو حَازِمٍ فَسَمِعَنِي النُّعْمَانُ بْنُ أَبِي عَيَّاشٍ وَأَنَا أُحَدِّثُهُمْ هَذَا فَقَالَ هَكَذَا سَمِعْتَ سَهْلًا فَقُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَأَنَا أَشْهَدُ عَلَى أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ لَسَمِعْتُهُ يَزِيدُ فِيهِ قَالَ إِنَّهُمْ مِنِّي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِي

Artinya:

“Aku akan mendahului kalian tiba di Haudh (telaga Al Kautsar). Barangsiapa yang tiba disana, pasti minum dan siapa saja yang minum darinya, pasti tidak akan dahaga selama-lamanya. Akan datang kepadaku sejumlah ummatku, aku mengenali mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian aku dipisahkan dari mereka.”

Abu Hazim berkata, “An Nu’man bin Abi ‘Ayyasy رضي الله عنه mendengarnya ketika aku sedang menyampaikan hadits ini kepada mereka. Beliau berkata, ‘Begitukah engkau mendengarnya dari Sahl bin Sa’ad?’”

“Benar!”, kataku. Ia lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه menambahkan (apa yang ia dengar dari sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tersebut),

“Sesungguhnya mereka dari ummatku.” Lalu dikatakan kepadaku, “Engkau tidak tahu apa yang mereka tukar / ganti sepeninggalmu!”

Maka aku katakan, “Menjauhlah, menjauhlah! Bagi yang menukar-nukar dien sepeninggalku!” - (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no : 7050)

Siapakah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah?

Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah berasal dari 4 kata:

1. Ahlu

2. Sunnah

3. Wa

4. Al Jamaa’ah.

Berikut ini, akan kita pelajari masing-masing kata tersebut, baik secara Etimologis maupun Terminologis-nya.

1. “Ahlu”

Didalam bahasa Arab, kata “Ahlu” baru memiliki makna sempurna bila digabungkan dengan suatu kata lain, contohnya:

- Ahlur rojul, bermakna: Istri Seseorang

- Ahlul Bayt, bermakna: Warga Rumah

- Ahlu An Nabiy, bermakna: Ummat Nabi

- Ahlul Hadiits, bermakna: Pemelihara Hadiits

- Ahlus Sunnah, bermakna: Pemelihara Sunnah

2. “Sunnah”

Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian kita yang lalu, yang disebut sebagai “Sunnah” itu mengandung 4 (empat) komponen, yaitu:

1. Qowlun = Perkataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم

2. ‘Amaalun = Perbuatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم

3. Taqriirun = Apa-apa (dari para Shohabat) yang didiamkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (yang berarti disetujui oleh beliau صلى الله عليه وسلم)

4. Shifat = baik Perilaku maupun Fisik Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم

Al Imaam Al Barbahaary رحمه الله berkata, “Sunnah itu adalah Islaam, dan Islaam itu adalah Sunnah.”

Imaam Ibnul Mandzuur رحمه الله dalam kitabnya yang berjudul “Lisaanul ‘Arob” menjelaskan bahwa, “Ahlul Qur’an adalah Hafadzotuhu (para Penghafal dan Pemelihara Al Qur’an).”

Maka makna dari “Haafidz” adalah “Menghafal” dan “Memelihara”.

Maka apabila “Ahlus Sunnah” adalah bermakna “Pemelihara Sunnah”, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu apa saja yang dimaksud dengan “Memelihara Sunnah” itu, yakni:

a) Menghafal (Al Qur’an maupun Hadiits)

b) Mempelajari (Al Qur’an Maupun Hadiits)

c) Memisah-misah / memilah-milahkannya, sehingga dapat diketahui mana yang tergolong :

c.1) Hadiits Maqbuul (Diterima):

- Shohiih

- Hasan

- Muttawatir

c.2) Hadiits Marduud (Ditolak):

- Maudhuu’ (Palsu)

- Dho’iif (Lemah)

d) Menyebarkan / mendakwahkannya

e) Menghidupkan sunnah / mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari

f) Membelanya, bila ada musuh-musuh Islam yang mencelanya.

Lalu hendaknya kita introspeksi diri kita masing-masing, sudahkah kita mengamalkan apa yang menjadi makna “Memelihara Sunnah” diatas?

Sudahkah kita menghafal ayat-ayat Al Qur’an?

Sudahkah kita menghafal Hadiits-Hadiits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم?

Atau apakah, Al Qur’an itu malah teronggok disudut-sudut rumah kita karena jarangnya disentuh, dibaca apalagi dipelajari, direnungkan serta diamalkan isinya?

Atau apakah, satu buku Hadiits pun kita tidak punya didalam rumah-rumah kita; apalagi membaca, memahami serta mengamalkan isinya kalau memilikinya pun juga tidak?

Lalu kita menepuk-nepuk dada sambil menyeru lantang “Aku ini adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah” atau “Ana Salafy“, padahal Al Qur’an dan Hadiits pun kita tidak tahu apalagi hafal; karena kita lebih sibuk memenuhi akal dan pikiran kita dari televisi, majalah, koran serta meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah. Jangan-jangan kita barulah sebatas mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

Sudahkah kita ber-‘amal shoolih berdasarkan Hadits-Hadits yang Shohiih, Hasan atau Muttawatir saja?

Ataukah, kita tidak peduli Hadits jenis apa yang dipakai? Semata-mata hanyalah berdasarkan: “Ah yang penting kan ber-‘amal toh?…” atau “Palsu-Palsu kan juga Hadits…”, atau berdasarkan: “….katanya Ustadz begitu kok….” atau “…katanya pak kyai harus seperti itu….”, dan berbagai jenis “…katanya….” tanpa memperhatikan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aa’isyah رضي الله عنها sebagai berikut:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:

“Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 4590)

Tidakkah kita mempunyai usaha untuk menjaga agar ‘amalan kita itu hendaknya sesuai tuntunan yang shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم agar ‘amalan tersebut tidak tertolak, sebagaimana yang diberitakan dalam Hadits diatas.

Adapun bagi para penyebar / pendakwah dien ini, sudahkah memilah dan memilih untuk hanya menyampaikan Hadits-Hadits yang Shohiih, Hasan dan Muttawatir saja?

Tidak takutkah kepada ancaman yang telah disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Al Mughiiroh bin Syu’bah رضي الله عنه sebagai berikut,

مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ

Artinya: “Barangsiapa meriwayatkan sebuah Hadits dariku, dilihat ternyata hadits itu dusta, maka sesungguhnya ia termasuk salah satu dari para pendusta.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1)

Dan Hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya:

“Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah dengan tempat duduknya di Neraka.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 110 dan Imaam Muslim no: 4)

Atau dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al Mughiroh bin Syu’bah رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya:

“Sesungguhnya, berdusta atas namaku tidaklah seperti berdusta atas nama orang lain, barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah dengan tempat duduknya di dalam api Neraka.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 5)

Maka hendaknya para Da’i memperhatikan ancaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ini, dan berhati-hati agar menyampaikan / mendakwahkan Hadits-Hadits yang Maqbuul saja. Seandainya menyampaikan Hadits yang Dho’iif dan Maudhuu’, itu pun adalah untuk menjelaskan tentang ke-dho’iif-an dan ke-maudhuu’-an Hadits tersebut.

Lalu sudahkah kita mengaplikasikan sunnah tersebut dalam kehidupan sehari-hari? Janganlah kita mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, namun di dalam perkara-perkara yang sederhana sekalipun, seperti contohnya perkara berpakaian, kita enggan untuk mengamalkan syari’at Allooh سبحانه وتعالى bahkan lebih rela mengikuti syari’at orang kaafir; para akhwatnya enggan untuk berjilbab dan lebih suka mengikuti pakaian orang kaafir ataupun ber-tabarruj, para ikhwannya enggan untuk tidak ber-Isbal bahkan lebih suka mengikuti pakaian orang Barat dengan jeans ketat yang menampakkan aurot-nya.

Tidakkah kita memperhatikan peringatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه berikut ini:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »

Artinya:

“Kalian akan mengikuti adat tradisi ummat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga sekiranya mereka masuk dalam lubang dobb (– sejenis biawak –) sekalipun, niscaya kalian akan mengikutinya juga.”

Para Shohabat bertanya, “Wahai Rosuulullooh, apakah yang dimaksud itu orang-orang Yahudi dan Nashroni?”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?”

(Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 6952)

Lalu sudahkah kita membela Al Qur’an dan As Sunnah dikala dihina dan diolok-olok oleh musuh-musuh Al Islaam? Bila istri dan anak kita dicela atau dihina orang, kita merasa marah; tetapi mengapa tatkala dien kita (Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) yang dicela, dihina, diolok-olok dan dipojokkan lalu kita malah diam saja?

3. “Wa”, artinya adalah “Dan”.

Merupakan kata sambung yang menyetarakan antara kata sebelum dan sesudahnya.

4. “Al Jamaa’ah”,

Secara etimologis (secara bahasa), adalah bermakna:

a) Ijma’ (إجماع) artinya adalah Ittifaq ( اتفاق) = adalah “Sepakat”, merupakan lawan dari kata “Berselisih “ (Ikhtilaaf / اختلاف)

b) Ijtima’ = الاجتماع = artinya adalah “Berkumpul”, merupakan lawan dari kata “Iftirooq (افتراق)” yaitu “Berpecah”.

c) Al Jam’u ( الجمع) = artinya adalah “Bergabung” merupakan lawan dari kata “Tafarruq (التفرق)” yaitu “Bercerai-berai”

Sedangkan pengertian “Al Jamaa’ah” secara terminologis, maksudnya adalah:

a) Shohabat,

b) Apa-apa yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan shohabatnya (pada zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hidup) diatas ajaran / sunnah itu,

c) Kelompok yang dipimpin seseorang.

Kelompok yang dipimpin seseorang ini bisa merupakan:

- Kelompok Kecil (Shughro), dimana pimpinannya disebut Imaam dan orang yang dipimpinnya disebut Ma’muum.

Jumlah pimpinan kelompok-kelompok kecil (shughro) ini banyak, diantara mereka ada yang benar dan ada pula yang baathil.

- Kelompok Besar (Kubro) yang ber-skala dunia, dimana pimpinannya disebut dengan Imaam atau Al Kholiifah atau Amiirul Mu’miniin dan orang yang dipimpinnya disebut Jamaa’ah.

Pimpinan kelompok besar bagi kaum muslimin (seluruh dunia) ini sekarang masih ghoib.

Bahkan bisa juga, Al Jamaa’ah itu berarti sekelompok orang / sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.

Al Jamaa’ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah.

Perintah agar Bersatu dan Larangan untuk Berpecah-belah

Berikut ini adalah berbagai perintah baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah yang memerintahkan kaum muslimin untuk bersatu diatas kebenaran dan melarang mereka untuk bercerai-berai, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 103:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (dien) Allooh, dan janganlah kamu bercerai-berai…”

Juga firman-Nya dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 105 :

وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Artinya:

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih, sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka….”

Hadits dari Shohabat Jaabir bin Samuroh dari ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنهما, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنَالَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَلَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ وَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ تَسُرُّهُ حَسَنَتُهُ وَتَسُوءُهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ

Artinya:

“Barangsiapa diantara kalian yang menginginkan di tengah-tengah Surga, maka hendaknya ia berjamaa’ah (bersatu)! Sesungguhnya syaithoon itu bersama seorang, dan dia dari dua orang adalah lebih jauh….”

(Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 177, Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth berkata Hadits ini Shohiih, para perawinya tsiqoot (terpercaya), termasuk para perawi dari Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)

Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata, “Al Jamaa’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.” (diriwayatkan oleh Imaam Al Laalika’i dalam kitabnya “Syarah Ushuul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah”)

Jadi makna “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah” adalah satu golongan yang telah dijanjikan selamat oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena berlandaskan pada ittiba’us Sunnah (mengikuti As Sunnah) dan apa-apa yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, akhlaq, maupun perilaku, dan selalu menyertai jamaa’ah kaum muslimin yang sepakat diatas kebenaran.

Nama lain dari “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah” adalah:

- Ahlus Sunnah (Pemelihara Sunnah)

- Ahlil Atsar (Pemelihara Peninggalan Rosuul صلى الله عليه وسلم, Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin)

- Ahlil Hadiits (Pemelihara Hadiits)

- Al Firqotun Naajiyyah (Golongan yang Selamat)

- Ath Thoo’ifah Al Manshuuroh (Kelompok yang Ditolong)

- Ahlul Jamaa’ah (Kelompok yang Berpegang teguh pada Jamaa’ah kaum Muslimin)

- As Salafus Shoolih (Salaf yang Shoolih)

“As Salaf” secara etimologi (secara bahasa), bermakna “Terdahulu”.

Sedangkan secara terminologi, bila dikatakan “As Salaf” oleh para ‘Ulama, maka yang dimaksud adalah: Shohabat (Pendamping Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), Taabi’iin (Yang Mengikuti Shohabat), Taabi’ut Taabi’iin (Yang Mengikuti Pengikut Shohabat)

“As Salaf” dari sisi tinjauan waktu, maka mereka sudah tidak ada lagi karena ketiga generasi pertama tersebut sudah meninggal. Namun “As Salaf” dari sisi ajaran, maka yang dimaksud adalah mereka yang mengikuti ajaran As Salaf (Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin), dan mereka (para pengikut Salaf) itu disebut sebagai “Salafy”. Sedangkan dalam bentuk jamak, apabila jumlahnya banyak, maka mereka disebut “Salafiyyuun”.

Namun, hendaknya perlu diperhatikan bagi siapa pun yang mengaku bermanhaj Salaf bahwa sesungguhnya bukanlah merupakan sesuatu hal yang penting, apalagi menjadi bahan untuk berbangga-bangga diri yang dapat berujung pada Ashobiyyah ataupun Hizbiyyah untuk menyematkan kata “As Salafy” misalnya, sebagai suatu julukan atau pengakuan atau publikasi diri; namun disisi lain ‘aqidah, ibadah, perilaku, maupun akhlaq-nya dalam kiprah dan kehidupannya sehari-hari justru tidaklah mencerminkan apa yang dicontohkan oleh As Salaf. Karena jikalau demikian, maka itu bukannya mendekatkan, malah justru mencoreng nama baik Salaf itu sendiri.

Cukup dan hendaknya puas jika kita berusaha segigih, sekeras, seserius dan sesadar mungkin dalam berbagai peri kehidupan kita untuk selalu berkiblat, berorientasi dan mencontoh pola hidup dalam berbagai sisinya dari kalangan Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin.

Justru, jika ada yang mengaku-ngaku “si Fulan Salafy”, padahal ucapan dan tindakannya tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam kriteria Salaf sebagaimana diterangkan diatas, maka orang itu adalah “Salafy Al Maz’uum” atau “Salafy yang Baru Mengaku-Ngaku saja”, dimana hal ini justru akan membuat nama Salafy tercoreng olehnya.

Kembali pada bahasan kita sebelumnya tentang “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah”.

Ada sebagian kalangan di beberapa belahan dunia Islam, termasuk di tanah air kita Indonesia ini, yang menyematkan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah itu pada Abul Hasan Al Asy’ary رحمه الله dan Abu Manshuur Al Maaturidy. Padahal Abul Hasan Al Asy’ary رحمه الله (dari Iraq) dan Abu Manshuur Al Maaturidy (dari Samarkandi) tersebut hidupnya di abad ke-3 Hijriyah, berarti 200 tahun lebih sesudah zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya. Sungguh sangat “kesiangan” bila menyematkan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah itu kepada mereka. Bahkan kedua orang ini bukan saja berbeda negara, tetapi keduanya tidak pernah bertemu, tidak pernah bersepakat dan tidak pernah mendirikan ‘aqidah yang disebut dengan Asy’ariyyah dan atau Al Maaturidiyyah, apalagi Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

Lalu ada lagi sebagian kalangan, yang memberikan julukan “Wahaby” kepada Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, padahal Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab رحمه الله (‘Ulama dari Saudi Arabia) itu hidupnya di abad ke-11 Hijriyah. Lebih jauh dan lebih “kesiangan” lagi dari zaman para Shohabat, Taabi’in, Taabi’ut Taabi’iin.

Sikap maupun tuduhan mereka yang seperti itu sesungguhnya sangat keliru dan tidak berdasar sama sekali, karena para ‘Ulama yang teguh didalam menyerukan Sunnah, tidaklah semata-mata berpatokan pada Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab رحمه الله ataupun Ibnu Taimiyah رحمه الله; melainkan (sebagaimana telah dijelaskan secara panjang lebar diatas) adalah menyeru manusia untuk ittiba’us Sunnah (mengikuti As Sunnah) dan apa-apa yang dibawa oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, Shohabat, Taabi’iin, dan Taabi’ut Taabi’iin, baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, akhlaq, maupun perilaku, dan selalu menyertai jamaa’ah kaum muslimin yang sepakat diatas kebenaran.

Apabila ‘ilmu yang disampaikan oleh ‘Ulama Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab رحمه الله ataupun Ibnu Taimiyah رحمه الله sesuai Al Qur’an, As Sunnah yang shohiihah dengan pemahaman As Salafush Shoolih, maka seorang Salafy tentunya mengambil ‘ilmu tersebut dari mereka. Apabila tidak berkesesuaian, maka dia pun tidak akan mengambilnya. Demikianlah sikap seorang Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah atau Salafy, yang tidak menjadikan dirinya taqlid pada ‘Ulama atau madzhab tertentu, namun dia hanyalah tunduk sepenuhnya terhadap dalil yang shohiih, karena itulah yang datang dari Pimpinan Salafush Sholiih, yakni Muhammad bin ‘Abdillah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Dengan demikian, maka definisi Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah tidaklah keluar dari definisi As Salaf. Jadi As Salaf adalah Ahlus Sunnah yang dimaksudkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam Hadits-Hadits yang telah dijelaskan diatas. Dan Ahlus Sunnah adalah Salafush Shoolih dan orang-orang yang mengikuti jejaknya.

Itulah pengertian yang lebih khusus dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli Bid’ah dan orang-orang yang mengikuti keinginan nafsunya, seperti induk dari berbagai sempalan dan sekte yang muncul setelah terbunuhnya Kholiifah ke-3 yakni Utsman bin Affan رضي الله عنه: Roofidhoh (Syi’ah), Qodariyyah, Jahmiyyah, Jabariyyah, sebagaimana diutarakan oleh Al Imaam ‘Abdullooh Ibnul Mubarok رحمه الله (seorang Taabi’iin).

Al Imaam Muhammad Ibnus Siriin رحمه الله, seorang Taabi’iin berkata,

“Orang-orang terdahulu tidak pernah bertanya tentang sanad, tetapi begitu terjadi fitnah, maka mulailah ditanya tentang sanad. Kalau mereka Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, maka diambil Hadiitsnya. Dan jika dari Ahlul Bid’ah maka tidak diambil Hadiitsnya.”

Demikian sekelumit tentang pengenalan dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, semoga bermanfaat.

Sekian dulu bahasan pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى selalu melimpahkan taufiq dan hidayah kepada kita semua untuk istiqomah sampai akhir hayat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Kamis malam, 3 Muharrom1432 H – 09 Desember 2010 M.



DIAMBIL DARI SITUS http://ustadzrofii.wordpress.com/2010/12/14/ahlus-sunnah-wal-jamaaah-menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaaah/

Read more...

Untaian Munajat Taubatan Nashuha

>> Thursday, December 2, 2010



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِي

Allohumma shalli 'ala Muhammad, wa ala alihi wa ashhabihi wa ummatihi ajma'in...
Astaghfirullohal 'adziim wa atubu ilaihi taubatan nashuhaa...

Ya Rabb, sampaikan salam kepada kematian agar ia jangan menjemput kami ketika kami belum memohon ampun dan bertobat kepada-Mu

Ya Rabb, sampaikan salam kepada kematian agar ia jangan menjemput kami ketika Engkau belum membersihkan diri kami

Ya Rabb, tahanlah kematian agar ia tidak datang ketika urusan dunia masih menggantung di kaki langit

Silahkan kematian menjemput kami jika memang Engkau sudah menganugerahi kami ampunan dan rahmat-Mu

Ya Rabb, ampunilah setiap kesalahan kami menggunakan nikmat-Mu

Ampuni mata kami yang dengannya justru kami sering memandang hal-hal yang haram dan tidak memiliki kemampuan melihat karuniaMu, hanya kekurangan dan kekurangan yang kami lihat

Ampuni telinga kami yang sering kami sediakan untuk mendengar sesuatu yang seharusnya tidak kami dengar

Ampuni lisan kami yang justru kami pakai untuk berbohonh, menipu dan berbicara bukan hak

Ampuni perut kami apabila sering menjadi penampungan makanan-makanan haram

Ampuni hati dan pikiran kami yang sering kalah dengan nafsu yang kotor, yang tidak mampu menjadi pengontrol setiap tingkah laku kami

Ampuni tangan dan kaki kami jika kami memakainya untuk mendukung segala kemaksiatan kami

Ampuni kami ya Rabb, yang justru dengan rezeki yang Engkau berikan kami bermaksiat kepadaMu dan dzalim terhadap sesama

Ampuni kami ya Rabb, dimana ditengah aliran rezekiMu kami merasa letih karena selalu merasa kurang dan serakah serta jarang bersyukur

Ampuni kami ya Rabb, jangan biarkan kehidupan ini bertutur menjadi saksi di setiap kesalahan dan keburukan kami

AmpunanMu, kasih sayangMu selalu lebih besar, selalu lebih besar, selalu lebih besar dan selalu tersedia

Ya Rabb, ampuni orang tua kami, ayah dan ibu kami. Bebaskan mereka dari sekecil apapun kesalahan mereka. Anugerahilah mereka kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang baik di negeri akhirat. Sayangi mereka ya Rabb, dengan menempatkan mereka di tempat yang baik menurutMu. Muliakan mereka ya Rabb. Kami tidak mampu menyenangkan mereka, kami tidak mampu menjaga mereka, kami tidak mampu memuliakan mereka, kecuali Engkau kehendaki

Ya Rabb, jagalah keluarga kami dalam naungan rahmatMu. Jagalah kesehatannya, jagalah kilau kehidupannya. Jangan sampai kesombongan kami, kedzaliman kami, keserakahan kami dan kealpaan kami menyentuh ketenangan kehidupan mereka. Muliakanlah kami ya Rabb, dengan cara-caraMu, bukan dengan cara kami yang lebih sering salah daripada benar. Cukupkanlah kami dengan pemberian dariMu. Cintai kami ya Rabb. Tidak ada yang memuji Engkau sebaik Engkau memuji diriMu sendiri

Ya Rabb, anugerahilah kepada kami hati yang bisa bersyukur, tubuh yang sabar dan ikhlas menerima segala kenyataan hidup. Anugerahilah rasa cukup dan anugerahilah ketenangan dan keamanan bagi kami, ya Rabb. Engkaulah Pemilik semua Rasa, Pengendali semua keadaan dan Penentu setiap Kejadian

Wahai Pemilik segala Karunia, gantilah kekecewaan orang-orang yang kami kecewakan dengan sesuatu yang lebih baik dari sisiMu. Wahai pemilik segala Perbendaharaan Rezeki, gantilah setiap tetes rezeki orang lain yang kami ambil dengan sesuatu yang lebih baik dari sisiMu. Kepadamu kami berharap beroleh ganti

Wahai Pemilik semua kekayaan, kami tahu, tiada hak bagi kami bersedih atas harta haram yang kami makan, tiada pantas kami bersedih atas lenyapnya kenikmatan yang kami peroleh sedangkan ia berasal dari sesuatu yang haram. Namun, demi dzatMu yang Memiliki semua Kekayaan, bolehlah kami berharap agar dengannya Engkau membebaskan kami dari hukuman negeri akhir dan memberikan juga kepada kami pengganti yang lebih bersih dan lebih berkah daripada semua yang menghilang dari genggaman kami

Wahai Pemilik segala Kekuatan, kuatkanlah kami di tengah kelemahan kami. Wahai Pemilik segala Kekuasaan, hadirkanlah kuasaMu di tengah permasalahan dan keinginan kami. Wahai Pemilik segala Kesembuhan, sembuhkanlah penyakit kami, penyakit fisik dan penyakit hati. Engkau yang Memiliki Kehendak, Engkau yang Maha Memiliki segala-galanya karena Engkau sang Mahasegala

KepadaMu kami berserah diri, kepadaMu kami menyerahkan urusan kami. Sebab, tidak ada kata tidak mungkin jika Engkau sudah berkehendak. Tidak ada kata mustahil jika Engkau sudah berkenan, entah itu terhadap hidup kami yang bagi sebagian orang sudah tidak mungkin lagi terangkat, entah itu karena utang kami yang menurut kami mustahil terbayar, entah itu karena kesulitan dan permasalahan kami yang menurut hitungan kami tidak mungkin teratasi, entah itu terhadap penyakit kami yang menurut manusia tidak bisa sembuh dan untuk hal apa saja yang sudah diluar jangkauan kemampuan kami.

Engkau Tuhan yang Maha Mendengar, tidak mungkin Engkau tidak mendengar doa kami. Engkau Maha Mengabulkan, tidak mungkin Engkau mengabaikan permohonan kami, seburuk apa pun kami di mataMu dan di mata manusia. Bukankah Engkau senang diminta, senang dimohonkan sesuatu? Kami tidak mau mendengar vonis manusia terhadap diri kami. Kami tidak mau mendengar karena kadang malah membuat kami jauh dariMu atau menyebabkan Engkau kami rasa menjauh. Kami ingin menyakinkan diri kami dan hati kami bahwa Engkau tetap Tuhan kami yang selalu peduli, selalu sayang seberapapun kami menyakiti dan menjauhiMu

Ya Rabb, takdirkanlah kami bisa menutup kehidupan kami dengan manis dan bisa mengakhiri kehidupan kami dengan tidak ada permasalahan yang kami wariskan kepada anak keturunan kami. Jagaalh anak keturunan kami ya Rabb, supaya lebih baik, lebih bersih, lebih bersyukur dan lebih cerah kehidupannya daripada kami

Sungguh, hanya Engkaulah yang membersarkan hati kami. Membesarkan hati kami dengan ampunan dan kebolehan berharap kepadaMu. Sungguh, hanya kepada Engkaulah yang membuat kami masih menyisakan optimisme. Segala puji bagiMu ya Rabb, segala puji bagiMu...

Washallalahu 'ala Muhammad walhamdulillahirabbil 'alamieen...


From : Buku Buat apa Susah, Segarkan Hidupmu dengan Percaya - Insight of Kun Fayakun (Ustadz Yusuf Mansur)

Read more...

Dunia ini hanya Permainan...

>> Wednesday, December 1, 2010




  • Hidup manusia mirip anak2 yg asyik bermain. Ada canda tawa, berlari-lari, sembunyi ataupun menangis untuk kemudian tersenyum kembali. Seperti anak2 yang meninggalkan rumah di pagi hari dalam keadaan bersih, begitu pula manusia. Ia meninggal...kan Alloh untuk bermain-main di halaman dunia. Tak heran jika kotoran, debu, lumpur mungkin juga air selokan bercampur keringat menempel ditubuh. Maka ketika kembali ke rumah, kita sudah carut marut dengan debu...

  • Bagaikan "Orang tua" yang selalu mengingatkan anaknya tuk makan, mandi, dan tahu waktu, tidak kurang 5 kali sehari Alloh yang Maha Pengasih memperingatkan hamba-hambaNya tuk pulang sejenak ke "rumah keabadian". Kita diseru lewat senandung adzan, dan diingatkan berhenti bermain. Kita disuruh mandi dan membersihkan jiwa raga dari dosa. Lalu dia menjamu kita dengan makanan ruhani yang teramat lezat di rumahNya yang paling mulia yaitu Masjid. Setelah selesai, kita dipersilahkan bermain kembali dengan diberi bekal berupa ampunan dan keridhoaanNya...

  • Sayangnya banyak yang tidak mau beranjak dari tempat permainan walaupun diseru berkali-kali. Sehingga Alloh dengan kasih sayangNya "menjewernya" agar senantiasa segera membersihkan diri dan kembali pada Alloh Seperti halnya anak bandel, terkadang baru nurut jika sudah dijewer....

  • Kalau kamu melihat Alloh sedang memberikan karunia-Nya berupa kesenangan dunia kepada seseorang, sedangkan orang tersebut masih saja berbuat kemaksiatan, maka ketahuilah, itulah yang dinamakan istidraj ("penundaan hukuman" dalam arti "kebinasaan yang berangsur-angsur, sedang kita tdk menyadarinya")

Astaghfirullohal 'adziim... jauhkan ya Alloh kami dari istidraj & ingatkan kami bahwa bekerja itu menunggu waktu sholat...Ya Rabb, ketika lahir dikumandangkan adzan & ketika meninggal kita disholatkan... Begitu dekatnya yaa Rabb adzan & sholat....


Read more...

Munajat & Muhasabah Diri...


* (Oleh: Ustadz Yusuf Mansur) Bismillaahirrahmaanirrahiim. Allaahumma shalli wasallim wabaarik ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammadi. Astaghfirullahal a’dzhiim wa atuubu ilaih.


Ya Allah, selamatkanlah kami semua dari semua dosa dan perbuatan kami sendiri. Selamatkanlah dari kehinaan dan permaluan. Selamatkanlah dari fitnah dunia dan segala apa yang membahayakannya.

Ya Allah, Engkau yang menahan sesuatu dan menjaganya. Engkau jugalah pemilik segala pertolongan yang kami-kami butuhkan. Semua beban kami, kesulitan kami, kesusahan kami, hanya Engkau yang mampu mengatasinya. Hanya Engkau ya Allah. Tidak ada selain Engkau yang mampu menolong kami. Tidak ada satupun pertolongan manusia bisa menolong kami jika Engkau tiada menghendakinya. Dan tidak ada satupun bahaya menimpa kami jika Engkau juga tiada mengizinkannya.



Ya Allah, terlalu kecil semua urusan kami buat-Mu. Bahkan semua urusan manusia jika dikumpulkan dan dihadapkan pada-Mu, juga teramat kecil. Tiadalah salah kami yang lemah ini bener-benar bergantung kepada-Mu. Jika ada dosa kami, maka ampunilah ya Allah. Jangan sampai dosa kami menyengsarakan kami dunia akhirat. Dan jika ada kebaikan dari diri kami, mudah-mudahan ia mencukupi buat diri kami mendapatkan rahmat-Mu. Wahai yang maha pengasih dan yang maha peyayang, sungguh kami sangat berhajat akan pertolongan-Mu.

Ya Allah, betapa kami-kami ini sudah menjadi hamba-Mu yang lalai dan lalai terus. Diberi sedikit nikmat saja, sudah lari kami menjauh dari diri-Mu. Adalah pantas jika kemudian kesusahan dan kesulitan kembali Engkau hidangkan di kehidupan kami.



Ya Allah, kami pahami semua kesulitan kami adalah sebuah bentuk Kasih Sayang-Mu terhadap kami. Engkau tidak menghendaki kami susah di negeri yang kami tidak bisa lagi kembali. Engkau menghendaki kami bertaubat dan meniti jalan lagi kembali menuju diri-Mu.

Ya Allah, bimbinglah kami agar kami bisa menemukan mutiara di balik semua kesusahan kami. Penuhi hati kami dengan kesabaran, keikhlasan menjalani hidup, dan niatan yang kuat untuk memenuhi hidup kami dengan ibadah kepada-Mu.

Ya Allah, kepada siapa lagi kami mengadu jika bukan pada-Mu. Kepada siapa lagi kami bersandar jika bukan pada-Mu. Kepada siapa lagi kami berlindung dari segala ketakutan dan kegelisahan kami, jika bukan kepada-Mu.

Tunjukkan segala jalan buat kami untuk mendapatkan ridha-Mu dan Pertolongan-Mu.

Ya Allah, sesiapa yang membaca doaku ini, lalu ia menambahinya dengan apa-apa yang menyesakkan dadanya, kabulkanlah. Sesiapa yang membaca doa ini, dan kemudian ia menambahi dengan apa yang memusingkannya, dan dengan apa yang menjadi hajatnya, kabulkanlah ya Allah.

Engkau betul-betul Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi diri-Mu. Kekuasaan-Mu tiada berbatas dan tiada bertepi.



Laa hawla walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adzhiem, washallallaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shohbihii ajma’iin, walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.



================================================



Rabb.... Karena ketidaktahuan kami, setiap kesulitan kami anggap sebagai ujian dari-Mu. Padahal itu kami tahu sebagai akibat perbuatan salah kami...



Rabb... Engkau Maha Pengampun. Apapun kesalahan kami, apapun dosa kami, Engkau memiliki ampunan yang lebih besar dari marah-Mu dan Engkau juga memiliki kebijaksanaan yang tidak ada batasnya dalam melihat kesalahan dan dosa kami...

Dengan kebijaksanaan-Mu, Engkau tidak akan menguji dengan sesuatu yang kami tiada sanggup menghadapinya. Dengan kasih dan sayang-Mu, Engkau tidak akan menghukum kami tanpa pernah memberi kesempatan kami meminta maaf...

Berilah kami kekuatan untuk menghargai sisa kehidupan yang akan kami jalani agar kehidupan di masa mendatang terhiasai oleh pelangi pascakeburaman...



Duhai yang Maha Tahu, hamba sering menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, dan menyalahkan setan ketika keterpurukan atau ketersudutan sedang hamba alami. Padahal, kemungkinan terbesar adalah karena kebodohan hamba yang menjadikan nafsu sebagai penguasa hati dan pengendali pikiran...



Duhai yang Maha Pemberi Maaf, hamba tidak memohon dikembalikan kesenangan dulu meskipun hati kecil hamba penuh harap. Hamba hanya berharap adanya ampunan untuk hamba. Hamba percaya, setelah adanya pengampunan dari Engkau, Tuhan yang Maha Luas Pengampunannya, pintu kesenangan akan terbuka lagi dengan sendirinya...



Begitu mudahnya ya Rabb, permasalahan demi permasalahan menyentuh kehidupan hamba... Permasalahan yang berujung pada sakit secara fisik dan mental...

Adakah Engkau hilangkan perlindungan-Mu?

Adakah Engkau hilangkan penjagaan-Mu?

Rasanya tidak...

Melainkan hamba sendiri yang membuat dinding bagi kehadiran rahmat-Mu, kehadiran kasih sayangMu..

Demi dzat Mu yang Maha Membuka pintu maaf dan ampunan, tiada perbuatan salah hamba yang tak Engkau Maafkan. Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf...



Wahai Pemilik Semangat, hibur kami dengan jutaan harapanMu yang tak pernah bohong...

Hiasi mata kami dengan pandangan cinta dan kasih sayangMu...

Jauhkan kamu dari keinginan singkat dan hawa nafsu yang negatif...

Wahai Pemilik segala kekuatan, kuatkan hati kami siang dan malam kehidupan yang kami lalui...

Kehendak ada padaMu, juga keridhoan dan ampunan. Segalanya ada padaMu...



Rabb...

Manusia menjadi terhormat karena ia bisa menjaga kehormatannya...

Manusia menjadi tinggi derajatnya karena ia menjaga ketinggian derajatnya...

Inilah sebuah keharusan bagi manusia, namun kemudian akal dan hati hamba -sebagai manusia - hamba tawan karena diri hamba dikuasai nafsu dan keinginan singkat...

Penjagaan akan kehormatan dan ketinggian menjadi hilang...

Lalu, kehidupan hamba lalui sebagai manusia hina dan penuh persoalan...



Rabb...

Bilakah hamba punya umur yang cukup untuk memetik pelajaran darinya?

Hanya Engkau yang tahu dan kuasa mewujudkannya...



Ya Alloh, dalam perjalanan pasca pertobatan, kutemukan kembali orang-orang yang menangis lantaran perbuatanku...

Kutemukan kembali orang-orang yang kecewa dengan perbuatanku...

Ya Alloh, mengapa masih kuperturutkan nafsu dan kujadikan ia imam bagi kehidupanku?

Kesulitan kembali di depan mata dan keburukan kembali mengintai kehidupanku...

Ya Alloh, bilakah aku menjadi manusia yang hidup tanpa hati yang hidup?

Ya Alloh, bilakah semua tulisanku hanya menjadi cahaya bagi yang lain? sedangkan aku terlelap dalam kehinaan...

Ya Alloh, jangan biarkan aku merugi karena perbuatanku. Jangan biarkan kekhawatiranku terwujud. Berikanlah lagi dan lagi, ampunan dan maaf-Mu untukku...

Ya Alloh, jagalah kehidupanku dengan keistiqomahan yang sempurna...

Sebentar baik sebentar berubah jahat kembali adalah bukan keinginanku. Peliharalah aku dari kefasikan dan kemunafikan...

Ya Alloh, penyerahan nasib kembali mulai kudendangkan, kepada Engkau Dzat yang Maha Segala...



Rabb... Engkau ajarkan melalui kalam-Mu dan kalam rasul-Mu bahwa butuh kesabaran dalam setiap perjalanan kehidupan...

Namun engkau lihat, hamba tiada pernah bisa bersabar...

Ketika mengejar dunia, kami mengejarnya tanpa kesabaran...

Ketika melepas kesukaran, hamba pun berproses tanpa senjata kesabaran...

Akhirnya, terhempas lagi dan terhempas lagi...

Semuanya menjadi buntu dan berakhir dengan kesia-siaan...

Kiranya kilauan dunia masih membutakan hati hamba dan kiranya pikiran singkat masih mendominasi otak hamba...

Ya Alloh Pemilik segala hidayah, ajarkan hamba kesabaran itu berujung pada keindahan, ketenangan, dan kebahagiaan. Oleh karena itu kami harus bersabar...



Rabb..., jauhkan kami dari kefasikan. Sebab, kefasikan itulah yang kiranya membuat hamba tidak pernah bisa keluar dari kesusahan. Setiap kali kami merasa sudah menemukan jalan keluar dari setiap permasalahan kami, Engkau menjauhkannya kembali...

Dan kiranya kefasikan inilah yang harus menjadi kehati-hatian bagi kami yang menghendaki pertolonganMu...

Jangan sampai pertolongan Engkau kami harapkan, sedangkan kami masih tetap bermaksiat padaMu...

Kami menginginkan pertolonganMu, tetapi amal kami malah membuatMu bertambah jauh dan bertambah jauh. Kami menginginkan kemurahanMu, tetapi amalan kami malah membuatMu kecewa...



Yaa Rabb, jadikan kami orang-orang yang mengimami Engkau, mempercayai Engkau, dan bisa membumikan dalam sikap keseharian, bukan cuma pada kalimat artifisial belaka. Supaya kehidupan kami diliputi ampunan dan rahmatMu... Amin



Ya Alloh, jika baik sangka kepada Engkau akan membuat kesulitan terasa mudah, jadikanlah diri ini hanya mampu berbaik sangka kepadaMu...

Ya Alloh, jika iman kepadaMu akan menjadikan hidup yang berat ini menjadi ringan jadikanlah iman sebagai benteng hambaMu ini..



Rabb, kesenangan dan kesusahan adalah dua hal yang sepenuhnya dikendalikan oleh tanganMu...

Biarlah apapun keputusanMu tentang bentuk kehidupan yang harus hamba lalui, susah ataukan senangkah hamba, biarlah Engkau yang Mengatur...

Sebab hamba percaya, Engkau akan selalu berbuat baik dan yang terbaik bagi hamba-hambaMu...

Satu hal yang hamba minta, jadikanlah hambaMu ini benar-benar menjadi hambaMu yang Engkau sukai...

Rabb, kehidupan ini adalah milikMu, Engkau yang punya.... bukan milik hamba...



Ya Alloh, setelah hamba merenungi sebentar kehidupan yang telah hamba lalui...

Ternyata bukan ditengah hadirnya kesulitan dan kesusahan hamba jauh dariMu, tetapi juga ditengah kebahagiaan dan kesenangan. Jelas sudah bahwa memang tiada iman di dada ini...

Ya Alloh, Engkau Maha menumbuhkan iman, tumbuhkanlah ya Alloh iman di dada hambaMu ini...

Ya Alloh, Engkau yang Maha memberikan taufik dan hidayah, berikanlah taufik dan hidayahMu bagi hati yang mungkin sudah berkarat ini. Karat dengan dosa dan maksiat...

Ya Alloh, bukakanlah pintu hikmahMu atas setiap duka dan derita yang hamba rasakan, dan atas bukaan nikmat yang Engkau berikan...

Jadikanlah ya Alloh, hamba dan orang-orang yang hamba kasihi sebagai hambaMu yang bersyukur kepadaMu, disetiap apapun bentuk kehidupan yang kami lalui...



Amin ya Rabbal 'alamien...



Kurenungi kehidupanku yang lalu tuk kehidupan ke depan...

Bolehlah masalah lebih dalam dari lautan...

Lebih tinggi dari langit...

Lebih luas dari samudra...

Lebih banyak dari butiran pasir...

dan lebih besar dari gunung...

tetapi kebesaran dan kuasa ALLOH selalu lebih dari segalanya....



From the Book Insight of Kun Fayakun > Susah itu Mudah, Bebaskan Hidupmu dengan Cahaya by Ustadz Yusuf Mansur


Read more...

Total Pageviews

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP