Resep-Resep Kesuksesan bagi Seorang Manusia

>> Sunday, December 13, 2009

(Email dari seorang sahabat FB)

Semua manusia pada hakikatnya ingin menjadi sukses. Mengantarkan manusia untuk menjadi sukses telah menjadi lahan baru bagi bisnis jasa konsultansi. Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus buku dengan berbagai judul telah dicetak dan diterbitkan demi untuk menjelaskan hal ihwal jurus-jurus kesuksesan. Buku-buku seperti ‘Seven Habits’ (yang terakhir menjadi 8th Habits) dan ‘ESQ way’ telah menjadi best seller dimana-mana. Demikian juga pelatihan-pelatihan baik yang short course maupun long term course telah menjadi suatu ‘kebiasaan’ bagi sebuah masyarakat modern sebagai upaya untuk meraih kesuksesan.

Al Quran dalam bahasanya yang begitu agung telah lama berbicara mengenai resep-resep kesuksesan bagi seorang manusia. Kita dapat menemukannya dalam QS Al Furqan [25]:63-77.

Sifat Pertama:
“Dan hamba-hamba ar Rahman itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan lemah lembut dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik (salam)..” (ayat 63)

Dalam ayat ini, Allah memanggil hamba-hamba- Nya dengan kata-kata ‘Ibad. Di dalam Al Quran, ada dua kata yang diartikan dengan ‘hamba-Nya’. Yang pertama adalah ‘Ibad yang berarti hamba-Nya yang taat kepada-Nya yang telah bertaubat dan menapaki jalan-Nya yang lurus. Yang kedua adalah ‘Abid yang berarti hamba-Nya yang masih bergelimang dosa dan enggan untuk bertaubat.

Salah satu dari sifat-sifat yang membuat ‘Ibad (hamba) ini sukses adalah kebiasaannya dalam berjalan, beraktivitas dan berinteraksi penuh dengan sifat kelemah lembutan, halus, rendah hati dan penuh dengan wibawa. Salah satu bukti sifat kelemah lembutan ini tercermin dalam sikap mereka menghadapi orang-orang jahil. Jika orang-orang jahil menyapa mereka dengan sesuatu yang menyakitkan atau mengundang amarah dan kekesalan, mereka tetap mengucapkan kata-kata yang menyebarkan kedamaian (salam). Mereka bisa jadi menasehati orang yang jahil tersebut atau sama sekali meninggalkannya dengan tidak menunjukkan kekesalan atau amarah.

Dalam konteks keadaan saat ini, kesemerawutan lalu lintas bisa menjadi contoh yang sangat nyata. Setiap saat pengendara motor ataupun mobil hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan peraturan lalu lintas. Berapa banyakkah pengendara yang saat ini tetap konsisten pada aturan?

Demikian juga budaya ‘Aji Mumpung’ yang saat ini merasuki segala keadaan kehidupan kita. ‘Ibad (hamba) Allah yang memiliki sifat kesuksesan ini selalu menghindari dalam segala hal yang menyangkut budaya aji mumpung. Budaya yang selalu hanya mementingkan diri sendiri, memperkaya diri sendiri walaupun dengan cara-cara yang tidak wajar.

Rasulullah saw bersabda, “Di akhir zaman kelak akan timbul masanya dimana orang-orang hanya mementingkan dirinya sendiri dan pengingkaran terhadap hak orang lain.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kami lakukan?” Nabi menjawab, “Sampaikanlah kebenaran yang kamu ketahui sesuai kesanggupanmu dan banyaklah memohon kepada Allah untuk mendapatkan hakmu.” (HR Bukhari & Muslim)

Sifat Kedua:
“Dan orang-orang yang melewati malam hari -demi untuk Rabb mereka- dalam keadaan sujud dan berdiri.” (ayat 64)

Sifat ‘Ibad (hamba) Allah yang mencerminkan kesuksesan itu adalah orang-orang yang melewati malamnya dengan tulus dan ikhlas beribadah demi untuk Rabb mereka tanpa pamrih dalam keadaan sujud dan berdiri (sholat). Ibadah malam dapat dipandang sebagai sebuah muhasabah (introspeksi) diri dalam melewati malam.. Disaat dimana semua manusia lebih memilih untuk tidur, mereka lebih memilih untuk beribadah kepada-Nya; memohon ampun, menyesali akan dosa yang siang hari ia lakukan baik secara sengaja ataupun tidak dalam aktivitas ke-duniawian- nya. Sungguh indah kata-kata Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat ini, karena Allah mendahulukan kata-kata ‘sujud’ daripada ‘berdiri’ yang berarti kedekatan kepada Allah.

Rasulullah bersabda, “Sedekat-dekatnya seorang hamba kepada Rabb nya adalah di dalam sholat ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR Bukhari & Muslim)

Sifat Ketiga:
“Dan orang-orang yang berkata, “Tuhan kami, jauhkanlah dari kami siksa jahannam, sesungguhnya siksanya adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya ia seburuk-buruk tempat menetap dan berdiam.” (ayat 65-66)

Walaupun dalam aktivitas sehari-hari mereka telah diliputi oleh akhlak yang terpuji (sifat pertama) dan ibadah malam yang baik (sifat kedua), sifat yang ketiga ini lebih mempengaruhi sifat kejiwaan mereka. Bagi mereka hidup di dunia ini adalah sementara dan suatu saat mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Cepat atau lambat. Sesuatu yang mereka takuti adalah ketika mereka kembali, mereka memperoleh siksa api neraka (jahannam). Karena hal ini menyangkut sifat kejiwaan, mereka selalu menjaga dirinya baik dengan tindakan maupun lisan untuk tidak terjerumus kedalam sebuah kemaksiatan yang mengantarkan mereka kepada jahannam.

Rasulullah bersabda, “Hidupku di dunia ini adalah bagai seorang musafir yang sebentar berteduh dibawah pohon kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR At Tirmidzi)

Sifat Keempat:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir. Dan adalah ia pertengahan antara yang demikian.” (ayat 67)

Sifat ‘Ibad (hamba) Allah yang ke empat yang mencerminkan kesuksesan itu adalah sikap mereka yang tidak berlebihan dalam hal membelanjakan harta terutama untuk kepentingan dunia. Juga bukanlah mereka termasuk golongan yang kikir dalam bersedeqah atau membantu orang lain.
Sifat Kelima, Keenam dan Ketujuh
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). Yakni dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal sholeh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS Al Furqan [25]: 68-70)

Setelah diayat sebelumnya dibahas mengenai sifat-sifat ‘Ibad (hamba) Allah yang terpuji dalam membina hubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, sifat kelima, keenam dan ketujuh ini penekanannya pada keterhindaran dari sifat-sifat yang tercela.

Sifat yang kelima
adalah keterhindaraan dari sifat syirik kepada Allah. “Menyembah tuhan yang lain beserta Allah” dapat diartikan dengan mempercayai sesuatu kekuatan ghaib yang lain selain dari kekuasaan Allah. Banyak dari masyarakat kita yang masih melakukannya seperti meminta wangsit, nyekar ke makam orang-orang yang dianggap suci dan berdoa disana dengan harapan orang suci itu akan menyampaikan doa yang kita panjatkan kepada Allah. Demikian juga kebiasaan mencuci keris dan membuat sesajen kecil ketika ada hajatan di rumah kita agar tidak turun hujan. Demikian juga ketika kita melewati sebuah pohon besar, kita akan meminta izin, yang katanya kepada penunggu pohon, agar kita dapat lewat dengan selamat. Semua hal ini adalah syirik.

Rasulullah bersabda, “Yang kutakutkan dari kalian sepeninggalku adalah syirik yang tersembunyi.” (HR Bukhari)

Sebagai manusia modern yang penuh dinamika dan kesibukan kita kadang meremehkan sholat kita yang seharusnya dilakukan di awal waktu. Kita baru sholat Dhuhur pada jam 14.00 siang atau sholat ashar pada jam 17.30 sore. Meremehkan sholat sama dengan meremehkan perintah Allah SWT. Sebagian besar ulama memasukkan “kebiasaan meremehkan sholat” ini ke dalam syirik yang tersembunyi seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadish diatas.

Sifat keenam
adalah tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah dapat dipahami dengan tidak membunuh secara fisik ataupun moral manusia itu sendiri. Berapa banyak dari kita yang ingin meraih sukses dengan cara menyingkirkan teman sejawat atau memfitnahnya dihadapan atasan kita. Demikian juga seorang atasan yang ingin meraih sukses dengan cara menguras habis tenaga dan pikiran bawahannya dengan cara-cara yang tidak wajar hanya untuk menopang keberhasilannya. Hal ini mengakibatkan stress ataupun depresi terhadap orang yang kita eksploitasi dan sama saja dengan membunuh jiwanya.

Sifat ketujuh
adalah tidak berzina. Begitu banyak kehancuran moral, pribadi, harga diri dan keluarga terjadi hanya karena zina. Begitu banyak riwayat dan sejarah yang telah nyata tapi manusia tidak dapat mengambil pelajaran dari hal ini.. Allah SWT sekali lagi mengingatkan kita bahwa keterhindaran dari sifat tersebut dapat mengantar seorang hamba-Nya untuk menjadi pribadi yang sukses.

Bagaimana dengan hamba-hamba Allah yang telah terlanjur melakukannya? Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskannya pada penggalan QS Al Furqan ayat 70 diatas, bahwa Allah masih membuka pintu taubat-Nya. Allah Maha Mengerti bahwa hamba-hamba- Nya itu adalah lemah dan terkadang tidak dapat menghindari dorongan hawa nafsunya. Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran untuk menjadi hamba-Nya yang optimis. Allah pasti mengampunkan dosa-dosa kita asal kita bertaubat kepada-Nya dengan kesungguhan hati dan dibuktikan dengan iman yang tulus dan amal sholeh yang selalu dilakukan dalam kehidupannya. Sesuatu yang luar biasa yang dapat kita pahami dari ayat diatas adalah segala kejahatan yang pernah dilakukan oleh seorang hamba itu akan diganti menjadi kebajikan oleh Allah SWT.

Sifat Kedelapan
“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal sholeh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (ayat 71)

Sifat kedelapan ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan ayat sebelumnya. Para ahli tafsir menjelaskan bahwa permohonan taubat kepada Allah SWT harus selalu dilakukan secara berkesinambungan. Hal ini dapat dipahami dari sifat manusia yang selalu berada dalam dosa dan kesalahan. Permohonan ampun yang disertai dengan taubat dapat menguatkan jiwa dari hamba itu sendiri. Dan hal ini harus dibuktikan dengan amal sholeh yang dilakukannya.

Rasulullah saw bersabda, “Aku memohonkan ampun (taubat) kepada Rabb ku lebih dari 70 kali dalam sehari.” (HR Bukhari)

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla sangat senang menerima taubat salah seorang hambanya, melebihi kegembiraan seseorang diantara kalian yang telah putus asa menemukan untanya kembali yang hilang di padang pasir yang luas.” (HR Muslim)
Sifat Kesembilan dan Kesepuluh
“Dan orang-orang yang tidak bersaksi palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatannya” (ayat 72)

Sifat yang kesembilan
dari ‘Ibad (hamba) Allah adalah selalu jujur dalam menjalani hidupnya. Tidak berbohong dan tidak mengatakan sesuatu yang bukan pada tempatnya adalah identitas dirinya.

Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Perbuatan apa yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga?” Rasulullah menjawab, “Bertaqwa kepada Allah dan berbudi pekerti yang baik..” Kemudian sahabat bertanya lagi, “Perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka?” Rasulullah menjawab, “Mulut dan kemaluan.” (HR At Tirmidzi)

Sifat yang kesepuluh
dari ‘Ibad (hamba) Allah adalah menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat yang dalam bahasa arab disebut sebagai al-laghw yang berarti tidak bermanfaat/berfaeda h. Al-laghw bukanlah sesuatu yang haram karena hal itu bagi seorang hamba Allah pastilah sudah ditinggalkan, tetapi suatu hal yang berpotensi untuk berbuat dosa. Hal yang dapat dijadikan contoh adalah mengobrol/berdiskus i yang tidak jelas arahnya yang dapat membawa kepada bergunjing dan memfitnah.

Sifat Kesebelas
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (ayat 73)

Sifat yang kesebelas adalah menyangkut keterbukaan diri untuk menerima kebenaran. Allah ingin menjelaskan bahwa kebenaran yang hakiki itu adalah datang dari Allah SWT semata. Salah satu sifat manusia yang buruk adalah jika merasa dirinya sudah berkuasa dan memiliki harta yang banyak, ia enggan untuk menerima kebenaran dari seorang yang ia anggap lemah. Ia menganggap dirinya yang paling benar dan semua orang harus tunduk kepadanya. Ia selalu memonopoli kebenaran dan orang-orang disekelilingnya akan takut untuk menyampaikan kebenaran kepadanya.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling kubenci dan paling jauh kedudukannya denganku di hari akhirat kelak adalah orang yang banyak bicara, suka mengobrol dan bermulut besar.” Para sahabat Nabi berkata, “Ya Rasulullah, kami telah tahu tentang orang yang banyak bicara dan suka mengobrol, tapi jelaskanlah kepada kami orang yang bermulut besar itu?” Rasulullah saw menjawab, “yaitu orang-orang yang sombong. Mereka itu menolak kebenaran yang disampaikan kepadanya dan merendahkan sesama manusia.” (HR At Tirmidzi)

Sifat Keduabelas
“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan hidup dan keturunan-keturunan yang menjadi penyejuk hati kami dan jadikanlah kami contoh teladan yang baik bagi orang-orang yang bertaqwa.” (ayat74)

Sifat keduabelas dari ‘Ibad (hamba) Allah yang membawa kesuksesan adalah perhatian mereka dalam membangun rumah tangga yang sakinah.. Ayat ini membuktikan bahwa sifat-sifat mereka tidak hanya berupaya untuk menghiasi dirinya dengan amal-amal terpuji tapi juga berusaha untuk memberi perhatian kepada pasangan hidup dan anak-anak keturunan mereka agar juga dihiasi dengan sifat-sifat terpuji yang akan menjadi contoh atau teladan bagi lingkungan disekelilingnya. Mereka berusaha dengan niat yang baik dan ikhtiar yang maksimal untuk berupaya mendidik pasangan hidupnya dan anak-anaknya agar menjadi manusia terhormat yang dihiasi dengan akhlak terpuji dan tidak menjadi beban bagi masyarakat tempat mereka berdiam.

Disadari atau tidak bahwa akhlak suatu masyarakat akan dimulai dari lingkungan keluarga sebagai satuan terkecil dari sebuah masyarakat. Jika akhlak dari tiap-tiap anggota keluarga baik, maka baik pula masyarakat itu. Lihatlah apa yang terjadi pada masyarakat kita saat ini? Kita sendiri yang dapat menjawabnya.

Demikianlah keduabelas sifat dari ‘Ibad (hamba) Allah yang akan membawa kesuksesan dunia dan akhirat. Sebagai penutup atas penjelasan akan sifat-sifat hamba-hamba- Nya ini Allah SWT berfirman:

“Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi karena kesabaran mereka, dan mereka disambut disana dengan penghormatan dan salam. Mereka kekal didalamnya. Alangkah baik tempat menetap dan tempat kediaman itu.” (ayat 75 dan 76)

Allah ingin menjelaskan kepada kita bahwa kesempurnaan balasan itu adalah kelak di hari akhirat. Dunia adalah tempat ujian bukanlah tempat menuai hasil. Cukuplah di dunia ini kita memperoleh rahmat-Nya yang selalu menyertai dimanapun kita berada. Yang dengan rahmat Allah SWT tersebut, apapun kesempitan yang dihadapi terasa sebagai sebuah jalan untuk memperoleh kelapangan. Kesusahan yang kita hadapi terasa sebagai pintu pembuka kebahagian. Ketika kita memperoleh nikmat-Nya kita bersyukur dan ketika memperoleh musibah-Nya kita bersabar….

0 comments:

Total Pageviews

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP