Apakah Kita Masih Bertemu Bulan Ramadhan Kembali?

>> Thursday, September 17, 2009

"Ya Allah, apakah kami masih bisa bertemu kembali dengan bulan Ramadhan di tahun yang akan datang?"




Sesungguhnya hanya Allah yang pengetahui tentang hari kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan bisa diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (kapan dan) di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Lukman: 34)


Peringatan soal kematian ini, adalah merupakan keniscayaan hidup. Bukan hanya relevan untuk yang telah berusia lanjut. Bukan hanya untuk yang sekarang sedang sakit. Bukan hanya untuk rakyat yang kesulitan mencari sesuap nasih. Bukan hanya untuk kaum jelata. Tapi kematian itu adalah keniscayaan untuk semua manusia dari semua kalangan. Untuk para pemuda. Untuk orang yang sekarang dalam kondisi sehat wal afiat. Untuk yang memiliki harta melimpah. Untuk para pejabat.



Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (Al-Ankabut: 57)



Ya Allah, kami tak tahu kapan ajal kami tiba. Ya Allah, tapi kami masih menginginkan bisa bertemu dengan bulan Ramadhan lagi. Ya Allah, bulan Ramadhan cepat sekali berlalu. Kami merasakan seakan baru kemarin bulan Ramadhan itu datang, tapi kini ia telah pergi. Ya Allah, kami berharap itu bukan pertemuan kami yang terakhir dengan bulan Ramadhan. Kami masih menginginkan berjumpa dengan bulan Ramadhan, yang penuh berkah ini ya Allah.

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (Al-A’raf: 34)


Bukan kami mengajak kita semua meratap. Meratapi kepergian Ramadhan dan meratapi kematian yang pasti datang.Tapi itulah kenyataan, bahwa setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Hidup ini ternyata tidak lama. Bisa seakan-akan hanya sekejap. Maka, sudahkah kita siap berpisah dengan dunia ini. Sudahkah kita siap meninggalkan harta benda yang kita kumpulkan. Sudahkah kita siap meningglkan rumah yang kita bina setiap hari. Wahai kaum wanita sudahkah anda siap ditinggalkan suami? Wahai kaum laki laki sudahkah kita siap ditinggalkan isteri? Wahai para orang tua sudahkah kita siap ditinggalkan anak-anak kita? Wahai para pemuda, para remaja dan anak-anak apakah kalian telah siap ditinggalkan orang tua?


Dan yang lebih penting lagi, sudahkah sewaktu-waktu kita siap mati mempertanggungjawabkan apa saja yang kita lakukan di dunia ini di hadapan Allah? Di hadapan Allah secara langsung; tak ada yang bisa kita rekayasa dan tak ada yang bisa kita sembunyikan.


Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah: 284)

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (An-Nasyrah: 7-8)


Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kita telah lakukan ibadah di bulan Ramadhan. Meskipun kita belum tentu bertemu lagi dengan bulan Ramadhan, yang pasti sekarang masih ada waktu. Allah mengarahkan, ketika kita sudah menyelesaikan suatu urusan maka kita harus segera mengerjakan urusan yang lain. Apalagi memang bulan Ramadhan adalah bulan yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan, maka aplikasinya itulah yang harus kita wujudkan dalam sebelas bulan ke depan.


Dan sesungguhnya inilah, yaitu pasca Ramadhan, yang menentukan ibadah kita di bulan Ramadhan itu berhasil atau tidak. Apakah puasa yang kita lakukan ada pengaruhnya dalam kehidupan kita setelah Ramadhan? Apakah shalat tarawih yang kita laknasanakan ada dampaknya? Bacaan Al-Qur’an yang kita lakukan di bulan Ramadhan apakah ada bekasnya? Atau semuanya itu pergi bersamaan dengan perginya bulan Ramadhan? Kalau semua itu pergi bersamaan dengan perginya bulan Ramadhan, maka itulah yang disinyalir oleh Nabi Muhammad Saw:



“Banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Dan banyak yang melakukan shalat tarawih, juga tak dapat apa-apa kecuali hanya begadang saja.” (Hr. Ahmad)


Di bulan Ramadhan, dengan puasa, kita telah dilatih untuk hidup dengan sangat berhati-hati. Bukan saja dalam persoalan yang makruh dan yang haram, tapi sampai dalam persoalan yang mubah dan halal. Kita tidak saja menjauhi makanan yang haram dan perzinaan dengan perempuan atau laki-laki lain. Tapi kita dilatih mengendalikan diri untuk makan makanan yang halal yang telah menjadi milik kita dan juga berhubungan dengan isteri atau suami yang sah. Silakan dibayangkan betapa sangat hebat pendidikan puasa ini. Kalau kita telah mampu mengendalikan diri dari hal-hal yang halal, maka tentu saja seharusnya lebih mampu untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang jelas-jelas haram. Inilah jalan menuju ketakwaan.


Rasulullah bersabda:



“Tidaklah seseorang bisa mencapai derajad takwa, sehingga ia mampu menggalkan sesuatu yang tidak apa-apa karena takut terjerumus kepada sesuatu yang berhaya.” (Hr. Tirmidzi)



Puasa juga mengajarkan kita untuk tidak menyepelekan sesuatu yang dilarang meskipun itu sangat kecil atau sedikit. Selama kita berpuasa, kita betul-betul menjaga agar mulut kita tidak sampai kemasukan air meski hanya setetes. Subhanallah, bayangkan dengan puasa, sampai sekecil ini kita jaga.


Dan yang sangat hebat lagi, dan ini tidak ada kecuali dalam ajaran iman, segala aturan puasa itu kita lakukan semata-mata karena Allah. Kita tak mau pura-pura berpuasa, padahal kita kalau mau tentu sangat mudah. Mengapa? Karena kita merasa Allah melihat kita di mana pun kita berada. Kita tak bisa dusta di hadapan Allah. Kita tak bisa bersandiwara di hadapan Allah.


Jadi puasa, mengantarkan kita sampai pada derajat ihsan. Yaitu, beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, atau paling tidak merasa dilihat oleh Allah.


Tentu saja kondisi yang sedemian amat positif dari ajaran puasa, tak boleh sirna bersamaan dengan perginya bulan Ramadhan. Allah ingin agar kita tetap berhati-hati seperti itu di bulan-bulan-Nya yang lain. Marilah kita bayangkan, prilaku kehati-hatian yang sedemikian sangat hebat itu andaikata benar-benar mewarnai kehidupan kita secara umum. Masya Allah maka betapa indahnya kehidupan ini.


Marilah kita bayangkan di daerah dan di negeri kita ini, apa yang tejadi bila kita mengejahwantahkan ajaran puasa ini. Sehingga, kita tidak ada yang berbuat mubazir, tidak makan yang haram, tak ada perzinaan dan perselingkuhan, tak ada judi, tak ada minum-minuman keras, tak ada korupsi atau kolusi meski Rp 100, sebagaimana kita tak mau minum air meski hanya setetes karena takut puasa menjadi batal. Dan itu kita lakukan dengan penuh kesadaran, bukan karena ada polisi, bukan karena ada jaksa, bukan karena ada KPK, pendek kata bukan semata-mata karena adanya penglihatan manusia, tapi karena kita merasa di awasi oleh Allah yang Mahamelihat, maka betapa kira-kira adil dan makmurnya daerah dan negeri kita ini. Pastilah benar-benar terwujud kemanan, kesejahteraan dan kedamaian. Tampil menjadi daerah dan bangsa yang sangat maju dan terdepan.


Kalau itu terjadi, dan memang harus kita upayakan agar bisa terwujud, maka persoalan ekonomi, persoalan kekayaan alam, persolan lapangan kerja, dengan sendirinya tak akan ada masalah. Semua masalah terjadi sesungguhnya adalah karena tak terkendalikannya hawa nafsu.

Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, (mereka durhaka dengan banyak berbuat dosa), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Al-A’raf: 96).


Telah tiba saatnya kita bangun momumen pembanguan yang benar. Yaitu pembangunan jiwa atas dasar takwa. Kami ingin serukan, tak perlu lagi kita terlalu menggembar-gemborkan pembanguan fisik, tapi kita perlu membangun rohani. Tak perlu kita memuja ilmu pengetahuan dan tehnologi, tapi kita perlu moral. Tak perlu kita hanya membangun sesuatu yang bisa dilihat, tapi kita perlu mendidik manusia agar bisa melihat.


Telah sangat nyata, bahwa kesulitan dan bahaya yang kita hadapi di daerah kita ini dan juga di negara kita bahkan dunia, adalah krisis moral, krisis hati dan krsisis iman. Kita tidak menderita krisis ekonomi sebenarnya, tapi kita menderita krisi hati. Kita pun tak terbelakang karena ilmu pengetahuan dan intelektual. Bukan karena kita tak cerdas. Bukan karena mata kepala kita buta. Tapi semua terjadi karena hati yang ada dalam dada itulah yang buta.


Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang ada di dalam dada. (Al-Haj: 46)



Dengan puasa semoga membuat mata hati kita terang. Sebagaimana ketika kita berbuasa, sedikit ada yang mengajak berbuat dosa kita katakan saya sedang puasa.


Di samping itu, Ramadhan telah mendidik kebersamaan kita semua. Betapa dengan semangat kebersamaan semuanya menjadi ringan dan penuh berkah. Puasa mudah kita lakukan karena kita lakukan bersama-sama. Shalat tarawih pun mudah kita laksanakan, karena kita lakukan dengan berjama’ah. Zakat, infaq dan sedekah serta pelbagai amal kebajikan pun kita lakukan dengan semangat kebersamaan ini.


Semangat kebersaan ini tak boleh berakhir dengan berakhirnya Ramadhan. Shalat lima waktu harus tetap kita lakukan dengan berjamaah. Adalah sangat aneh bila kita telah berhasil melakukan shalat terawih dengan berjama’ah di masjid, yang itu hukumnya sunnah, lalu setelah itu untuk shalat wajib khususnya isya’ dan shubuh tak kita tunaikan berjama’ah di masjid.


Ramadhan telah menjadi momentum untuk memakmurkan masjid. Maka salah satu dari hasil pendidikan Ramadhan adalah tetap makmurnya masjid-masjid kita. Kalau masjid-masjid kita kembali sunyi dan sepi, maka berarti tak ada bekas yang tinggal dalam kehidupan kita ini. Masjid yang sepi pertanda masyarakat itu hati-hatinya terkunci. Dan bila masjid sepi dan hati terkunci, maka jangan salahkan bila kita menderita kesulitan ekonomi. Bukan karena sumber ekomoni itu yang sedikit, tapi karena hati kita yang keras dan tandus, maka tanah yang subur tiadalah berarti. Percayalah, bahwa masyarakat yang memakmurkan masjid niscaya dimakmurkan Allah. Tapi masyarakat yang berani menelantarkan masjid dan menolak Undangan Allah, menolak seruan Allah, maka sudah sepantasnya bila mendapatkan teguran dari Allah. 

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menguasai antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. (Al-Anfal: 24)


Di samping shalat lima waktu kita lakukan berjama’ah, kami menyerukan zakat pun seharusnya kita lakukan secara berjama’ah. Salurkan zakat lewat lembaga resmi yang ada. Kalau ini kita lakukan maka akan terkumpul dana zakat yang sangat besar, yang pada gilirannya akan banyak bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan dengan signifikan. Ibarat seperti sapu. Ketika lidi-lidi itu diikat menjadi sebuah sapu, maka sapu itu bisa digunakan untuk membersihkan lantai yang sangat luas dan jalan amat panjang.Tapi bayangkan apa artinya sebuah lidi atau lidi-lidi yang berserakan tak diikat rapi, tentu tak ada gunanya. Bahkan bisa hanya manambah sampah.


Itulah maka jangan ada lagi yang merasa puas dengan menyalurkan zakat secara individual. Sebagaimana, sangat keliru kalau ada seorang lelaki yang mengatakan saya tidak ke masjid karena saya bisa shalat lebih khusyu’ di rumah. Ini adalah bisikan syetan. Imam Ali mengatakan: “Al-Haqqu bilaa nidhaamil yaghlibuhul baathil binidham.”

(Kebenaran yang tak ditata rapi bisa dikalahkan dengan kebatilan yang diatur rapi).


Ramadhan juga telah memberikan pembekalan yang sangat baik bagi kita semua, yaitu pembekalan Al-Qur’an. Kita rata-rata telah khatam membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan oleh Allah untuk kita agar kita jadikan sebagai pedoman hidup. Bukan sekedar sebagai bacaan hidup. Maka berikutnya tak cukup bagi kita membaca dan khatam. Al-Qur’an harus kita pahami, kita hayati dan kita amalkan sebagai petunjuk dalam keseluruhan detail prikehidupan kita. Tak boleh Alqur’an itu hanya kita baca ketika keluarga kita meninggal dunia. Al-Qur’an pedoman bagi manusia yang masih hidup. Al-Qur’an juga tak boleh hanya kita buka ketika kita mencari tahu tentang kehidupan akhirat.


Justru Al-Qur’an harus kita buka ketika kita ingin tahu bagaimana seharusnya kita hidup di dunia ini. Berkaitan dalam aspek-aspek kehidupan ini, kita harus membuka Al-Qur’an. Soal ekonomi kita harus membuka Al-Qur’an. Soal hukum kita harus membuka Al-Qur’an. Soal pemerintahan kita harus membuka Al-Qur’an. Soal politik kita harus membuka Al-Qur’an. Soal pendidikan kita harus membuka Al-Qur’an. Soal berkuarga kita harus membuka Al-Qur’an. Dan seterusnya dalam semua hal. Karena, dari bagaimana kita masuk WC hingga mengurus negara, Al-Qur’an telah memberikan petunjuk yang sangat jelas dan sempurna.


Al-Qur’an adalah surat dari Allah untuk kita. Maka marilah seterusnya kita baca Al-Qur’an sebagaimana layaknya kita membaca surat. 


Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Al-Isra’: 9)


Maka marilah kita bangun daerah kita ini dengan akhlak yang mulia. Moral yang tinggi. Sopan santun yang luhur. Budi pekerti yang yang terpuji. Insya Allah dengan demikian daerah dan bangsa kita bisa tampil maju memimpin peradaban dunia dengan cahaya ilahi.



Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Al-Ahzab: 70-71)


Mari kita berharap semoga Allah berkenan menerima ibadah-ibadah yang telah kita lakukan. Dan marilah kita mohon ampun atas kekurangan-kekurangannya. Kita juga mari saling maaf-memaafkan. Kami pun mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Kami tak ingin, kecuali terus melakukan kebaikan sepanjang kami masih memiliki kemampuan. Maka marilah kita terus bekerjasama dalam kebajikan dan takwa, dan kita jauhi bersekongkol dalam dosa dan permusuhan. Mari kita songsong masa depan yang lebih baik.


Oleh : Muhammad Syamlan,Lc  (Eramuslim.com)

0 comments:

Total Pageviews

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP